Dosa Yang Disengaja

Noh Ibrahim Boiliu
Korelasi Ibrani 10:26,2; Ibrani 6:6
Pendahuluan
Lebih dahulu penulis Ibrani memberikan peringatan agar tidak lalai hidup dalam kebenaran. Sebab kita hanya kuat apabila hidup dalam komunitas yang benar. Ia menekankan urgensitas dari komunitas (ayat 24,25). Brill berkata “berdosa kepada hukum adalah hal yang parah, berdosa kepada Terang lebih parah lagi, sedangkan berdosa kepada kasih adalah hal yang paling parah”. Hampir senada dengan Brill, Andrew Murray berkata “ia berbicara tentang hal berdosa dengan sengaja dan hukuman yang mengikutinya. Bukan hanya tempat mahakudus dihadapkan pada kita, tetapi pintu neraka juga dibukakan untuk menampung semua orang yang melalaikan atau menolak untuk memasuki pintu rahmat dan sorga”. Ayat 26 muncul dalam bentuk kalimat bersyarat “jika, maka” sekaligus merupakan suatu hipotesis (jawaban sementara) …. jika kita sengaja berbuat dosa, sesudah memperoleh pengetahuan tentang kebenaran, maka tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa itu. Dalam Perjanjian Lama, memang ada pembedaan antara hukuman terhadap dosa yang disengaja dan dosa yang tidak disengaja. Rupanya penulis Ibrani mengangkat kembali hal ini namun memberi semangat baru berkaitan dengan kematian Kristus. Karena itu perhatikanlah: 1. Frasa “sebab jika kita sengaja berbuat dosa…”
Penulis Ibrani kembali memberi penegasan berkaitan dengan komitmen iman dengan berkata “Sebab jika kita sengaja berbuat dosa, sesudah memperoleh pengetahuan tentang kebenaran, maka tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa itu”. Alasan tidak adanya korban penghapus dosa atas orang yang semacam ini adalah karena telah memperoleh pengetahuan tentang kebenaran – epignosin artinya telah mengetahui kebenaran secara penuh. Kata ini berkaitan dengan kata hamartanaton, yang mana kata ini juga berhubungan dengan suatu masa tertentu yakni “selama kita berbuat dosa (hamartia) dengan sengaja” maka tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa.
2. Frasa “sesudah memperoleh pengetahuan tentang kebenaran”
Mungkin kita bertanya, dimanakah letak kesengajaan tersebut seperti pada frasa pertama “Sebab jika kita sengaja berbuat dosa” yang mengakibatkan tidak adanya korban penghapus dosa. Jawabannya terletak pada frasa kedua “sesudah memperoleh pengetahuan tentang kebenaran”. Ini berarti akibat diterima bila perbuatan (dosa) telah dalam posisi finish atau dalam bentuk aorist aktif (sudah berlalu tetapi masih memiliki dampak). Kemudian difrasa ketiga, penulis menegaskan sekali lagi bahwa “korban Kristus di kayu salib telah finish dan itu hanya terjadi satu kali. Ini berarti tidak ada lagi korban lain yang memadai untuk menghapuskan dosa”. Atau dalam ungkapan yang lain “jangan lagi menyalibkan Anak Allah – bdn. Ibrani 6:4-6”. “Dalam hal ini tidak adanya kekurangan pemahaman tentang kebenaran sama seperti dalam hal guru palsu yang disebutkan dalam II Petrus 2:20,21. Di mana kata kuat sama dengan pengetahuan dipakai dua kali”. Atau sama dengan menginjak-injak Anak Allah dan menganggap najis darah perjanjian yang menguduskannya, dan yang menghina Roh kasih karunia. Dalam konteks ini, ayat 26 dan 29, merupakan suatu ungkapan yang “penuh kerisauan dari penulis” meski mungkin saja hal ini belum terjadi pada waktu itu.
3. Menganggap najis darah perjanjian yang menguduskan
Melakukan dosa sesudah mengetahui kebenaran oleh penulis Ibrani dianggap telah “menginjak-injak Anak Allah” dan “menganggap najis darah perjanjian yang menguduskan” orang tersebut. Ini berarti “menganggap rendah pengorbanan Kristus; memandang pengorbanan Kristus sama dengan seorang penjahat”. Tetapi penulis mengingatkan kepada orang-orang percaya tentang akibat yang akan ditanggung oleh orang-orang yang telah mengenal jalan kebenaran namun berbalik dari jalan tersebut. Hal serupa juga diungkapan dalam surat Ibrani 6:4-6: “Sebab mereka yang pernah diterangi hatinya, yang pernah mengecap karunia sorgawi, dan yang pernah mendapat bagian dalam Roh Kudus, dan yang mengecap firman yang baik dari Allah dan karunia-karunia dunia yang akan datang, namun yang murtad lagi, tidak mungkin dibaharui sekali lagi sedemikian, hingga mereka bertobat, sebab mereka menyalibkan lagi Anak Allah bagi diri mereka dan menghina-Nya di muka umum”. Masih dalam konsep serupa, teks Ibrani 6:4-6 juga mengungkap hal ini. Hanya saja seperti tafsiran yang diberikan oleh beberapa penyumbang dalam tafsiran Wycliffe, mengingatkan agar “nats ini hendaknya tidak dipahami menurut system theologia tertentu, tetapi menurut konteksnya sendiri”. Maksudnya adalah untuk menemukan makna yang memadai dan normal tanpa seting dari theologia tertentu. Prinsip yang sama, “penulis berbicara mengenai orang-orang yang setelah memperoleh pengajaran tentang prinsip-prinsip dasar tersebut kemudian berbalik meninggalkan Kristus. Sekarang mereka merupakan musuh Kristus dan musuh keselamatan yang terdapat di dalam Dia”. Mungkin kita bertanya-tanya, prinsip apakah yang ditawarkan oleh penulis dengan teks ini? Hal yang ditawarkan oleh penulis adalah agar kita umat Tuhan tidak tergoda untuk berbalik sebab ada hukuman yang sangat berat menanti orang-orang yang murtad. Ibrani 6:6, pada kata parapesontas dengan akar kata parapipto artinya jatuh disamping (dalam tenses, kata ini muncul dengan kata kerja partisip aktif). Karena itu perbuatan ini meskipun sudah terjadi namun memiliki akibat ke depan. Hal ini berkaitan dengan dua ayat sebeumnya “yang pernah diterangi hatinya - hapax phōtisthentas dan mendapatkan bagian dalam karunia sorgawi (keselamatan dan kesempatan mengenal kebenaran Allah). Ini sebenarnya sama juga dengan mendapat bagian dalam Roh Kudus - metochous (memperoleh bagian) pneumatos hagiou; kita mungkin mengingat firman Tuhan yang berkata apabila Roh Kebenaran itu datang maka Ia akan mengingatkan tentang dosa, kebenaran dan penghakiman”. Karena berada dalam Kristus bukan hanya mendapatkan kasih karunia untuk diselamatkan melainkan juga mendapatkan kasih karunia untuk mengenal dan menikmati kebenaran. Dan dalam konteks ini, dikatakan yang pernah mengecapnya (karunia sorgawi). Konsepnya akan sama dengan Ibrani 10:26 yakni “telah mengetahui kebenaran”, ini sama saja dengan “sudah mengecap karunia sorgawi dan mendapat bagian (methokos) dalam pneumatos hagios. Bila dikronologikan maka akan muncul seperti ini: 1. Mengenal Kristus 2. Mendapat bagian dalam kasih karunia Allah: keselamatan dan kebenaran Allah 3. Menikmati kebaikan Allah: mujizat, berkat, dll.
Penutup
Bagaimana? “pandangan yang agak berbeda mengenai nats ini juga bisa saja. Ayat 6 dapat diterjemahkan menjadi jika mereka murtad. Di dalam hal ini penulis tidak berpikir mengenai tindakan murtad tertentu, apalagi di antara pembacanya – ayat 9 tetapi mengingatkan bahwa ketidaksediaan untuk bertumbuh dalam kehidupan Kristen berarti kemunduran yang ujungnya mungkin adalah kemurtadan. Jika seseorang sampai menjadi murtad sesudah mengecap ketiga hal di atas maka kemungkinan tidak digolongkan ke dalam dosa yang biasa sebab di dalamnya mencakup penolakan terhadap Anak Allah. Sama dengan kembali menyalibkan Anak Allah. Oleh karena itu harapan untuk dibaharui tertutup. Allah tidak memiliki korban selain Anak Allah sebagai korban yang memadai ditolak. Ini memang sebuah peringatan namun berlaku hingga sekarang. Amin

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sosiologi Pendidikan (Ringkasan dari buku Prof. Dr. H. Mahmud, M.Si)

Psikologi Pendidikan Kristen (Sentot Sadono)