Sosiologi Pendidikan (Ringkasan dari buku Prof. Dr. H. Mahmud, M.Si)



HAKIKAT SOSIOLOGI PENDIDIKAN


Tujuan Sosiologi Pendidikan
Menurut Lester Frank Ward, tujuan sosiologi pendidikan adak I mengatasi masalah sosial, seperti kemiskinan, keterbelakangan, dc kebodohan dengan pendidikan. Oleh sebab itu, sosiologi pendidikcj harus menghasilkan konsep paling real untuk mencapai tujuanny pendidikan harus menjanjikan jawaban yang tepat untuk mengata permasalahan sosial. Adapun menurut Robert Angell, tujuan sosiolo | pendidikan adalah menganalisis dan meneliti lembaga pendidil serta peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalamnya.
Pandangan dua sosiolog di atas memetakan tujuan sosiolol pendidikan pada wilayah pendidikan formal dan terbatas. Adapun tujuan sosiologi pendidikan dalam pengertian luas adalah menganali peristiwa interaksi peserta pendidikan. Peserta pendidikan itu bisa orang yang ada di sekolah, masjid, rumah (keluarga), balai pelatihan, lembaga kursus, atau tempat mana saja yang di dalamnya terjadi proses pendidikan (belajar). Peristiwa interaksi di antara mereka dianalisis oleh sosiologi pendidikan. Sosiologi pendidikan menganalisis cara mereka berinteraksi dengan sesamanya, cara mereka berinteraksi dengan orang lain di luar sistemnya, dan hubungan sistem mereka dengan sistem-sistem yang lainnya.
Ary. H. Gunawan (2000: 51) menyebutkan bahwa tujuan sosiologi pendidikan sebagai berikut.
1)   Menganalisis proses sosialisasi anak, baik dalam keluarga,
sekolah maupun masyarakat. Pengaruh lingkungan dan
kebudayaan masyarakat terhadap perkembangan pribadi anak
perlu diperhatikan.
2)   Menganalisis perkembangan dan kemajuan sosial. Banyak pakar atau orang yang beranggapan bahwa pendidikan memberikan peran yang sangat besar bagi kemajuan masyarakat. Sebab, dengan memiliki ijazah yang tinggi, seseorang akan lebih mampu menduduki jabatan yang lebih tinggi serta penghasilan yang lebih banyak. Benarkah?
3)   Menganalisis status pendidikan di dalam masyarakat. Berdirinya suatu lembaga pendidikan dalam masyarakat sering disesuaikan dengan tingkatan daerah tempat lembaga pendidikan berada. Misalnya, perguruan tinggi bisa didirikan di tingkat provinsi atau minimal kabupaten yang cukup baik animo mahasiswanya.
4)   Menganalisis partisipasi orang-orang terdidik dalam kegiatan sosial. Peran atau aktivitas warga yang berpendidikan sering menjadi ukuran tingkat kemajuan suatu masyarakat. Orang-orang berpendidikan mudah untuk berperan dalam masyarakat.
5)   Menentukan tujuan pendidikan. Sejumlah pakar berpendapat bahwa tujuan pendidikan nasional harus bertolak dan dipulangkan pada filsafat hidup bangsa tersebut.
6)   Memberikan latihan-latihan yang efektif dalam bidang sosiologi kepada guru atau orang yang terlibat dalam pendidikan sehingga memberikan kontribusi yang tepat terhadap proses pendidikan.

Kegunaan Sosiologi Pendidikan
Menurut Lester Frank Ward, kegunaan sosiologi pendidikan adalah merumuskan cara-cara mengatasi keterbelakangan, kebodohan, dan kemiskinan masyarakat melalui pendidikan. Sos pendidikan memberikan jawaban yang tepat terhadap permasa sosial. Menurut Robert Angell, kegunaan sosiologi pendidikan adalah membantu menganalisis dan meneliti masalah yang ada lembaga pendidikan. Sosiologi pendidikan menyediakan bahan pertimbangan pengelolaan lembaga pendidikan.

Ringkasan Pembahasan
1.                Sosiologi pendidikan adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari proses interaksi semua orang yang terlibat dalam kegiatan pendidikan.
2.                Ada dua istilah dalam bahasa Inggris yang berkembang mengenai sosiologi pendidikan, yaitu: (1) educational sociology; (2) sociology of education. Educational sociology adalah usaha memecahkan masalah sosial melalui pendidikan. Sociology of education adalah usaha memecahkan masalah pendidikan melalui sosiologi.
3.                Ruang lingkup (garapan) sosiologi pendidikan hanya empat. Pertama, hubungan sistem pendidikan dengan sistem sosial yang lain. Kedua, hubungan sekolah dengan masyarakat sekitarnya. Ketiga, hubungan penghuni lembaga pendidikan dengan sesamanya. Keempat, pengaruh lembaga pendidikan terhadap perilaku sosial anak didik.
4.    Tujuan sosiologi pendidikan adalah menganalisis dan men lembaga pendidikan serta peristiwa-peristiwa yang terjac, dalamnya.
5.    Kegunaan sosiologi pendidikan adalah sebagai penyedia bal bahan pertimbangan pengelolaan lembaga pendidikan, mej penyelidikan-penyelidikan yang bersifat sosiologis.
6.    Beberapa tokoh sosiologi pendidikan sebagai pioneJ antaranya adalah Emile Durkheim, Karl Marx, dan Max Wej














2
PARADIGMA ILMU SOSIOLOGI PENDIDIKAN


Sebagaimana telah disebutkan, sosiologi pendidikan adalah kajian ilmiah tentang kehidupan sosial manusia pendidikan. Para sosiolog pendidikan berusaha mencari tahu tentang hakikat dan sebab tindakan sekelompok orang yang teratur dan berulang dalam kegiatan pendidikan. Berbeda dengan psikolog pendidikan, yang memusatkan perhatiannya pada karakteristik pikiran dan tindakan orang per orang, sosiolog pendidikan tertarik pada tindakan real yang dimunculkan seseorang sebagai anggota kelompok pendidikan.
Secara konvensional, ada dua tipe penting sosiologi pendidikan, yaitu sosiologi pendidikan mikro dan sosiologi pendidikan makro. Sosiologi pendidikan mikro menyelidiki berbagai pola pikiran dan perilaku yang muncul dalam kelompok-kelompok pendidikan terbatas. Para sosiolog mikro menelaah di antaranya gaya komunikasi verbal dan nonverbal dalam hubungan sosial secara perseorangan dalam lingkungan pendidikan tertentu, integrasi kelompok, perkawanan, dan pengaruh keanggotaan seseorang. Adapun sosiologi pendidikan makro mengkaji berbagai pola sosial manusia pendidikan dalam skala besar. Sosiologi pendidikan makro memusatkan perhatiannya pada manusia pendidikan sebagai keseluruhan dan berbagai unsur pentingnya, seperti ekonomi, sistem politik, pola kehidupan keluarga, dan bentuk sistem keagamaannya. Juga, sosiologi pendidikan makro memusatkan perhatiannya pada jaringan kerja pendidikan dari berbagai masyarakat yang saling berinteraksi.

Peran Ilmu dalam Kajian Sosial
Karakteristik ilmu yang paling distinktif adalah pendekata: yang bersifat empiris. Para ilmuwan menuntut agar semua pernya yang diklaim sebagai kebenaran tunduk pada pengujian yang cer dan diuji dengan fakta yang diperoleh melalui observasi terha suatu objek. Klaim atas kebenaran dikatakan sahih, dalam arti il bukan karena ia mempunyai alasan yang secara intuitif masuk atau bukan karena disampaikan oleh seseorang atau sekelom orang yang terhormat dan memiliki otoritas, melainkan kesahiha terkait dengan kecocokan pada fakta yang sudah diketahui.
Tidak sedikit ilmuwan yang menghabiskan sebagian b waktunya untuk melakukan pekerjaan dasar yang bersifat deskri yaitu melakukan identifikasi, karakterisasi, dan klasifikasi terha gejala yang sedang diamati. Sekalipun demikian, jangan la beranggapan bahwa tujuan ilmu sekadar membuat deskripsi. Kegi tt'u hanyalah tahap awal dari penelitian ilmiah. Tujuan akhir adalah menielaskan identifikasi pada sebab-sebab dasar eejala v diteliti.
Penjelasan ilmiah dalam sosiologi dilakukan melalui kontr strategi teoretis dan teori. Strategi teoretis adalah rangkaian gl yang terdiri atas asumsi-asumsi dasar, konsep, dan prinsip-pri yang mengarahkan. Ia dirancang untuk diterapkan pada gejala so secara luas. Tujuannnya adalah melahirkan teori-teori spesifik mendorong berbagai macam penelitian untuk menguji teori terse Adapun teori adalah rangkaian pernyataan spesifik yang sa; bcrhubugan serta dirancang untuk menjelaskan gejala tertentu.
Teori lebih sempit daripada strategi teoretis. Strategi teor umumnya diterapkan pada rangkaian gejala yang terdiri atas berbe teori yang berkaitan. Walaupun diterapkan pada gejala-gejala y berbeda, berbagai teori yang saling berkaitan itu mempunyai ban kesamaan. Sebab, semuanya berasal dari rangkaian asumsi, ko dan prinsip yang secara global memiliki kesamaan.











































3
ANALISIS SOSIOLOGI TENTANG SISTEM PENDIDIKAN



Dalam perspektif sosiologis, pendidikan adalah sebagai suatu gejala sosial. Dengan demikian, menurut para sosiolog, pendidikan adalah setiap sistem budaya atau intruksi intelektual yang formal atau semiformal.
Meskipun dalam pengertian ini pendidikan adalah ciri masyarakat manusia yang universal, pembahasan pada bab ini akan lebih difokuskan terhadap sistem pendidikan formal modern. Selain itu, pada bagian ini, pendidikan Amerika akan lebih banyak disorot karena sistem pendidikan di negeri ini sangat mapan dan maju.

Sifat dan Tipe-tipe Sistem Pendidikan
Pendidikan adalah universalitas kebudayaan, tetapi sifat spesifiknya sangat berbeda antara masyarakat yang satu dan masyarakat yang lainnya. Randall Collins (1977) mengemukakan tiga tipe dasar pendidikan yang ditemukan di seluruh masyarakat dunia, yaitu: (1) pendidikan keterampilan praktis; (2) pendidikan keanggotaan kelompok status; dan (3) pendidikan birokratis.
Pendidikan keterampilan praktis dirancang untuk memberikan keterampilan dan kemampuan teknis tertentu yang dipandang penting dalam melakukan kegiatan-kegiatan pekerjaan lain. Pendidikan ini didasarkan pada suatu bentuk pengajaran guru-magang (master apprentice). Pada hakikatnya, jenis pendidikan ini merupakan satu-satunya sistem pendidikan pada masyarakat primitif. Sekalipun demikian, dapat dijumpai pula dalam masyarakat agraris dan sampai tingkat tertentu juga ditemukan dalam masyarakat jndustri modern.
Pada masyarakat primitif, pertukangan, seperti pe nengelola logam dan Iain-Iain, pada umumnya dipelajari pemagangan. Dalam peradaban agraris, pemagangan juga men basis untuk mengalihkan peranan-peranan pekerjaan, seperti insinyur konstruksi, dan arsitek.
Salah satu keterampilan penting masyarakat primiti diajarkan secara formal ialah baca-tulis (literacy). Latihan bai formal telah dimulai di Mesopotamia kuno dan Mesir. Pada itu telah dibangun sekolah-sekolah khusus untuk melatih am untuk menjadi penulis (R. Collins, 1977).
Pendidikan keterampilan-praktis menarik perhatian tidak ada beragam ritual yang khas pada pendidikan bir dan kelompok status. Di sini, tidak diperlukan pengawi ujian kenaikan tingkat. Sebab, ujian satu-satunya yang layal< keefektifan tipe pendidikan ini ialah keberhasilan dalam (Colins, 1977)
Pendidikan kelompok status dilakukan untuk tujuan sim dan memperkuat prestise dan hak-hak istimewa (privilege) ke elite dalam masyarakat yang memiliki pelapisan sosia umumnya, pendidikan ini dirancang bukan untuk digunakai pengertian teknis dan diserahkan pada pengetahuan dan badan-badan pengetahuan esoterik. Pendidikan ini secara lu dijumpai dalam masyarakat agraris dan industri. Collins iWIl) menyebutkan bahwa dalam perspektif historis, pent lebih sering digunakan untuk mengorganisasikan kelompo daripada tujuan-tujuan lain. Karena fokus kegiatan kelompol yang membatasi adalah waktu luang dan konsumsi, pen! kelompok status dibedakan secara tajam dari pendidikan I dengan diabaikannya keterampilan produktif secara melalui Karena menggunakan kebudayaan umum sebagai suatu 1 keanggotaan kelompok, pendidikan kelompok status merl bentuk suatu perkumpulan (club) dan memasukkan banyak si untuk memperlihatkan solidaritas kelompok dan secara jelas membedakan anggotanya dari yang bukan anggota. Aspel perkumpulan ini memberi ciri khas para pria terpandang  bertemu untuk perbincangan yang bersifat kebangsawanan menulis puisi, maupun sebagai festival periodik yang dilakiz siswa untuk publik Gerika.

 Kemunculan Sistem Pendidikan Modern
Sistem pendidikan industri modern muncul pad 19. Ada dua tipe pendidikan modern yang memiliki mencolok waktu itu. Pertama, di seluruh Eropa Barat, sistem-sistem pendidikan yang dikenal dengan istilar yang disponsori (sponsored-mobility).
Sebagian kecil siswa ditempatkan ke dalam jalur universitas dengan penyediaan kesempatan kerja yang relevan dengan jalur tersebut, sedangkan mayoritas ditempatkan ke dalam jalur yang diakhiri dengan pendidikan vokasional. Kedua, di Amerika Serikat juga di Uni Soviet dan Jepang, pada tingkat tertentu muncul suatu pendidikan yang dinamai dengan mobilitas kontes (contest mobility). Sistem ini tidak mempunyai penyaluran resmi, meskipun terdapat semacam penelusuran minat secara informal dan tersembunyi dan terdapat kompetisi terbuka untuk mencapai pendidikan yang maju.
Semua sistem pendidikan modern mengalami pertumbuhan dan ekspansi yang substansial pada abad ke-19. Akan tetapi, sistem pendidikan Amerika telah maju dengan skala yang sudah jauh lebih besar apabila dibandingkan dengan yang lainnya. Amerika Serikat telah mempunyai sistem pendidikan paling masif di dunia. Semua pemuda melanjutkan pendidikannya ke pendidikan menengah, dan lebih dari setengah lulusan sekolah menengah atas memasuki perguruan tinggi. Amerika Serikat mempunyai jumlah perguruan tinggi dan universitas yang terbanyak dibandingkan dengan negara lain di dunia ini.
Pada awal abad ke-19, di Amerika sedikit sekali terdapat pendidikan formal. Hanya sejumlah kecil mahasiswa dari kalangan elite yang mengikuti pendidikan tinggi yang ada. Itu pun banyak dari mereka yang tidak selesai. Pada masa itu, tidak ada sistem pendidikan dasar dan menengah milik pemerintah. Kira-kira perlengahan abad ke-19, sekolah dasar negeri pertama dibentuk. Pendidikan dasar dengan cepat tumbuh di negara ini. Pendidikan menengah negeri baru didirikan pada pertengahan kedua abad itu, walaupun dirancang untuk melayani fungsi persiapan perguruan tinggi. Sedikit sekali siswa yang mendaftar. Awal abad ke-20 terjadi konversi sekolah menengah dari persiapan perguruan tinggi menjadi suatu lembaga massa, dan pendaftaran begitu melonjak. Filosofi dan teknik pendidikan yang baru diperkenalkan untuk mengurusi jenis sekolah menengah atas yang mulai muncul. Perubahan besar lainnya dalam pendidikan Amerika terjadi sesudah Perang Dunia II. Selama periode ini, pendaftaran ke perguruan tinggi meningkat secara dramatis. Apabila pada tahun 1940 hanya 16% dari lulusan sekolah menengah atas yang meneruskan ke perguruaan tinggi, pada tahun 1980 jumlahnya meningkat hingga 57%.

Ledakan Pendidikan Dunia
Salah satu ciri yang mencolok dalam bidang pendidikan pada dekade terakhir ini adalah ekspansinya yang cepat dan besar. Indikasinya adalah semakin banyak anak muda yang mendaftar untuk pendidikan di mana-mana, baik di negara industri maju maupun negara berkembang. Pendaftaran masyarakat dunia untuk pendidikan terdapat pada semua tingkat, dasar, menengah, dan tinggi.
Terdapat peningkatan yang sangat signifikan peminat pendidikan, baik formal maupun semiformal. Anak-anak muda berbondong-bondong mendatangi lembaga-lembaga pendidikan formal untuk mendaftarkan dirinya. Gejala ini tidak hanya terjadi di lingkungan masyarakat industri, tetapi juga di kalangan masyarakat pedesaan. Bahkan, diperkirakan bahwa peminat pendidikan dari lingkungan masyarakat pedesaan lebih tinggi persentasenya dibanding dari kalangan masyarakat industri.
Randall Collins yakin sekali bahwa persaingan kelon merupakan penumbuh kualifikasionisme. Setidak-tidaknya: Saya menganggap ada dua faktor penumbuh kualifikasi. Pertama, pendidikan merupakan alat yang digunakan oleh untuk mempertahankan stabilitas sosial dan memelihar; dasar masyarakat. Strategi demikian secara khusus  karakteristik Inggris dan negara Skandinavia melakukar sama. Inggris mengalami sejumlah besar ekspansi tingkat i sejak awal tahun 1960-an, seperti halnya negara-negara yang memulainya agak lebih awal. Di negara-negara itu, besar pemuda kelas pekerja dibolehkan masuk univeris bertahun-tahun. Hal ini merupakan cara yang paling sedei masyarakat pekerja untuk mencoba mengubah struktur iml mereka biasa terima. Mereka berusaha menciptakan leb persamaan kesempatan tanpa mengubah sifat sistem si Apa yang dilakukan oleh Inggris dapat menjadi alat ya untuk menghilangkan permusuhan yang potensial terhad; ketidaksamaan ekonomi yang dalam. Kedua, ekspansi p dan permintaan.
1.      Sebuah keyakinan menggejala adalah bar mencapai suatu surat kepercayaan yang lebih tinggi di pendidikan yang lama pula dan terukur. keterampilan yang berguna kepada anggota-anggota generasi yang lebih muda. Sistem pendidikan kelompok status berfungsi memberi arti pada status sosial kelompok peringkat atas.
2.      Sistem itu pada umumnya sangat tidak praktis dan diabdikan untuk memindahkan dan membahas kumpulan pengetahuan esoterik. Sistem pendidikan birokrasi, terutama berfungsi merekrut personal untuk pekerjaan.
3.      Sistem itu memberi penekanan persyaratan kehadiran, kelas, dan diploma.
4.      Sistem pendidikan dalam masyarakat industri modern adalah kombinasi pendidikan status dan birokrasi. Di kalangan masyarakat industri tertentu terdapat sistem mobilitas yang disponsori dan penjaluran pendidikan dilakukan pada usia dini. Dalam masyarakat industri lainnya dijumpai sistem-sistem mobilitas kontes. Sistem-sistem itu bersaing secara lebih terbuka, dan tidak secara formal didasarkan pada mekanisme penjaluran (tracking).





4
ILMU PENGETAHUAN DALAM
PERSPEKTIF  SOSIOLOGIS


Bagian ini akan menguraikan aspek historis dan sosiologis ilmu pengetahuan sebagai pranata sosial. Ilmu pengetahuan adalah pernyataan intelektual yang memberi pemahaman koheren tentang dunia ini dengan bersandar pada pengamatan yang sistematis. Tujuan akhir intelektual kebanyakan ilmiah ialah pengembangan teon-teori yang koheren, yang menjelaskan sejumlah besar gejala dengan cara sesederhana mungkin. Saya tambahkan bahwa ilmu pengetahuan merupakan akumulasi observasi dan teori. Ilmu pengetahuan merupakan suatu cara meneliti dan juga hasil akumulasi penelitian.
Ilmu pengetahuan tergolong dalam komponen suprastruktur masyarakat manusia. Muncul sebuah pertanyaan, apakah ilmu pengetahuan merupakan hasil dari kondisi-kondisi infrastruktur dai struktur yang melandasinya? Jawaban pertanyaan tersebut bisa "ya dan bisa "tidak". Perlu Anda ketahui bahwa faktor-faktor infrastruktur dan struktur merupakan determinan pokok tingkat aktivitas ilmiah suatu masyarakat dan pengembangan ilmu pengetahuan. Akan tetapi, meskipun masih relevan dengan isi pemikiran ilmiah yang sesungguhnya, kekuatan-kekuatan infastruktur dan struktur tidak memainkan peran besar dalam pembentukan teori-teori yang dihasilkan oleh para ilmuwan. Ada sisi otonom para ilmuwan dalam pembentukan teori-teori pengetahuan.
Sekalipun demikian, Anda pun harus yakin bahwa otonomi pengetahuan merupakan otonomi partial, bukan otonomi universal. Pertimbangan sosial memengaruhi sifat pemikiran ilmiah para ilmuwan. Pekerjaan para sosiolog dalam hal tersebut adalah menyelidiki faktor-faktor sosial yang memengaruhi pembentukan pengertian ilmiah. Pemerincian kondisi-kondisi tempat muncul

Sejarah Ilmu Pengetahuan Dunia
llmu pengetahuan berlangsung dan maju melalui ki teori dan observasi yang terus-menerus. Teori-teori yang memerlukan pengujian yang sistematis dengan fakta-fa dikumpulkan melalui observasi. Teori-teori yang sesuj fakta yang lebih baik daripada teori-teori lainnya untuk waktu di pandang sebagai unggul dan dipertahan masyarakat ilmiah sampai terdapat teori yang lebih baik.
Kesalahan yang umum terjadi ialah merancukan ilmu teknologi. Meskipunjelasbertalian,keduanyaharusdirumus terpisah. Teknologi terdiri atas alat-alat, teknik, dan pengeta terakumulasi yang relevan dengan adaptasi masyarakat lingkungan alam sosial. Sasaran teknologi ialah objek prak hal ini teknologi berbeda dari ilmu pengetahuan. Ilmu pei meskipun sangat tidak relevan dengan pemikiran praktis, proses intelektual dengan tujuan mengembangkan teori-mempunyai bobot intelektual tinggi. Teknologi tidak mengi demikian. Ilmu pengetahuan hanya untuk kepuasan intele dihasilkannya, sedangkan teknologi dinilai semata-mata ke hasilnya yang bermanfaat.


Penjelasan Sosiologi tentang Kemunculan Ilmu Pengetahuan  
Tesis Merton: Etika Protestan
Usaha paling terkenal yang dilakukan oleh seorang sosiolog untuk menjelaskan munculnya ilmu pengetahuan adalah usaha Robert Merton. Dalam bukunya yang terkenal, Science, Technology, and Society in Seventeenth Century England (1970), Merton berusaha menguraikan aspek revolusi ilmu pengetahuan yang terjadi di Inggris pada abad ke-17. Uraian Merton mengikuti model uraian Weber tentang muncul­nya kapitalisme Barat dalam Protestan Ethics and the Spirit of Capitalism.
Sebagaimana halnya Weber yang memandan kapitalisme Barat bermula dari suatu perangkat kekuatan dan ide-ide keagamaan yang kompleks, Merton percaya ba pengetahuan Barat juga merupakan hasil dari faktor-faktoi dan agama. Hal menarik dari pemikiran Merton adalah pene pada kekuatan ekonomi dan agama sebagai pendorong ilmu pengetahuan.
Merton menyebutkan bahwa nilai-nilai keagamaa memberi atmosfer sosial dan intelektual yang baik untul ilmu pengetahuan. Ia percaya bahwa nilai-nilai tersebut m dilakukannya studi empiris dan rasional terhadap alam seb satu cara memuliakan Tuhan dan ciptaan-Nya.
Untuk mendukung argumennya, Merton menyaji yang menunjukkan bahwa manusia yang berpandangan k Protestan memainkan peranan penting dalam kepemimp Society of London dalam pertengahan abad ke-17. Ia mer beberapa orang yang dianggap sebagai bukti bahwa agame berada di balik gerakan sosial pengetahuan. Menuru Theodore Haak merupakan seorang calvinist yang ny dipengaruhi oleh nilai-nilai agama. Merton juga menyebul Papin, seorang calvinist Perancis yang diusir dari Peran tuduhan keagamaan, Thomas Sydenham sebagai seorar yang bersemangat, dan Sir William Petty sebagai seorang y, dipengaruhi oleh puritanisme.
Tesis Merton perlu dikaji ulang validitasnya. Se itu secara berlebihan memfokuskan perhatiannya pa motif khusus segelintir individu yang terkemuka. Cara 1 merupakan strategi tidak baik untuk memahami peristiv yang besar.
Teori Merton banyak mendapat kritik. Konsepsi Mi paling banyak diomeli dan disorot adalah tentang kaitar antara nilai-nilai puritan dan pandangan ilmiah. Kritik ya: menyatakan bahwa ajaran calvinist, berdasar tesis Merton, dengan mistisisme (Theodere K. Rabb, 1962).

Tesis Wuthnow: Desentralisai Politik
Teori yang cukup menarik tentang kemunc pengetahuan di Eropa Modern ialah teori yang digagas Wuthnow. Wuthnow mengemukakan unsur kunci yang t disinggung oleh Merton dan Bernal.
Wuthnow menunjuk secara khusus pada fakta bahwa Eropa selama abad ke-16 dan 17, meskipun kuat terintegrasi secara komersial oleh ekonomi kapitalis, secara politik mengalami desentralisasi. Wuthnow yakin sekali bahwa desentralisasi ini memainkan peranan kunci dalam mendorong kemajuan ilmu pengetahuan.
Sekurang-kurangnya tiga cara desentralisasi politik memunculkan ilmu pengetahuan:
1)     Pertama, desentralisasi politik memberi tingkat kebebasan tertentu kepada ilmuwan untuk melakukan pekerjaan mereka. Sebagai contoh, jika para ilmuwan berhadapan dengan suatu iklim politik yang tidak menguntungkan ilmu pengetahuan di negerinya, untuk meneruskan karya pengetahuannya, mereka melarikan diri ke negara yang iklim politiknya lebih mendukung pengetahuan.
2)     Kedua, sifat desentralisasi Eropa kapitalis mengandung arti bahwa negara-negara individual terlibat dalam persaingan ekonomi, politik, dan militer yang intens antara satu dan lainnya. Ilmu pengetahuan memainkan peranan penting dalam persaingan ini. Dengan jalan meningkatkan ilmu pengetahuan dan hasil-hasil praktis yang ditimbulkannya, pemerintah berharap dapat melebarkan kemampuan mereka untuk bersaing.
3)     Ketiga, desentralisasi memicu komunitas-komunitas ilmiah untuk bersaing sehingga persaingan itu memperbesar kuantitas dan kualitas penelitian ilmiah di antara mereka. Melalui hasil penelitiannya, masing-masing komunitas infr,'n berposisi sebagai pemegang informasi ilmiah paling dominan.
Wuthnow juga menyatakan bahwa posisi ekonomi suatu negera Eropa memengaruhi tingkat kegiatan ilmiahnya. Sebuah data menarik dikemukakan oleh Wuthnow. Dia menunjukkan sebuah data bahwa menurunnya ekonomi Spanyol secara tajam pada abad ke-16 disertai oleh penurunan jumlah ilmuwan. Sementara itu, peralihan Italia menjadi status semiperiferal kira-kira tahun 1600 diikuti oleh penurunan umum kegiatan ilmu pengetahuan. Adapun di Belanda, kegiatan ilmiah sangat menurun sesudah tahun 1650, ketika posisi ekonominya hancur akibat kekalahan militer dari Inggris dan Perancis. Pada awal abad ke-18, Inggris dan Perancis merupakan kekuatan besar ekonomi kapitalis Eropa. Mereka berdua memiliki kaum ilmuwan yang terbesar sejak saat itu.

Ringkasan Pembahasan
1.      Ilmu pengetahuan adalah suatu cara penyelidikan yang berusaha untuk mengembangkan konsep dan prinsip teoretis melaluf penelitian empiris tentang dunia ini. Ilmu pengetahuan juga merupakan kumpulan pengetahuan yang terakumulasi yang diperoleh melalui penyelidikan empiris.
2.      Ledakan kegiatan ilmiah besar pertama terjadi di kalangan orang-orang Yunani kuno. Para ilmuwan Yunani kuno adalah pemikir-pemikir materialistik yang berusaha untuk menjelaskan fenomena sebagai akibat dari proses alamiah. Masa puncak perkembangan ilmu pengetahuan Yunani adalah periode Helenistik. Setelah itu, ledakan pengetahuan terjadi di dunia Islam. Pada periode Islam, kontribusi penting muncul dalam bidang astronomi, matematika, dan astronomi.
3.      Ilmu pengetahuan secara dramatis mulai meluas lagi pada abad ke-17 di Eropa Barat. Fisika dan astronomi memberi" jalan pada revolusi ilmu pengetahuan. Ilmuwan besar masa itu adalah Copernicus, Tycho Brahe, Kepler, Galileo, dan Isaac Newton. Pada akhir abad ke-17, ilmu pengetahuan menjadi suatu ciri kehidupan sosial yang terlembagakan di Eropa Barat.
4.      Robert Merton mengemukakan bahwa Protestanisme memainkan peran penting dalam merangsang revolusi ilmu pengetahuan di Inggris. Akan tetapi, teori ini agaknya bertentangan dengan bukti-bukti ilmu pengetahuan telah berkembang secara signifikan di dunia Islam dan negara-negara Katolik.
5.      Ilmu pengetahuan didorong secara signifikan oleh atmosfer politik dan komersialisme.
6.      Secara tradisional, sarjana-sarjana Barat memandang ide-ide ilmu pengetahuan terbebas dari pengaruh sosial. Pandangan ini disebut dengan pandangan internalis ilmiah. Pandangan internalis telah mendapat tantangan dalam tahun-tahun





























5
GURU DALAM PESPEKTIF SOSIOLOGI


Pengertian dan Pemaknaan tentang Guru
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 377), guru adalah manusia yang tugasnya (profesinya) mengajar, sedangkan menurut Vembrianto (1994: 21) dalam buku Kamus Pendidikan, guru adalah pendidik profesional di sekolah dengan tugas utama mengajar.
Secara linguistik, istilah yang bermakna guru terdapat di seluruh bahasa dunia. Dalam bahasa Inggris, umpamanya, dikenal istilah teacher yang padanan bahasa Indonesianya adalah guru. Teacher memiliki arti: A person whose occupation is teaching others, yaitu seseorang yang pekerjaannya mengajar orang lain (Syah, 2003: 222). Dalam bahasa Arab, guru dikenal dengan istilah — salah satunya — mu'allim, yaitu orang yang menjadikan orang lain berilmu atau orang yang menyampaikan suatu informasi kepada orang lain (Baalbaki, 1997:1073).
Secara keprofesian formal, guru adalah sebuah jabatan akademik yang memiliki tugas sebagai pendidik. Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat (Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003, Bab XI Pasal 39 Ayat 2). Guru sebagai seorang tenaga kependidikan yang profesional berbeda pekerjaannya dengan yang lain. Karena ia merupakan suatu profesi, dibutuhkan kemampuan dan keahlian khusus dalam melaksanakan tugas dan fungsinya (Rusyan, 1990: 5).
Istilah lain yang masih berkenaan dengan guru dan berkembang di masyarakat adalah pendidik. Karena makna pendidik adalah usaha untuk membimbing, mengarahkan, mentransfer ilmu yang dilakukan secara umum. Akan tetapi, istilah pendidik terdaps lembaga formal, seperti sekolah, madrasah, dan dosen dalarr perguruan tinggi. Istilah ini menjadi fokus dari berbagai ka dalam dunia pendidikan, karena pendidik menggunakan isitilah sangat luas dan konfrehensif, sehingga lebih mengenerali: makna pendidik dalam konteks luas. Istilah pendidik ini dapa dari pendapat Fadhil Al-Djamali yang dikutip oleh Ramayuli 85-86) bahwa pendidik adalah orang yang mengarahkan manu: kehidupan yang baik sehingga terangkat derajat kemanus: sesuai dengan kemampuan dasar yang dimiliki oleh manusi jauh, Ramayulis melihat konsep pendidik pada tataran pen Islam, yaitu setiap orang dewasa yang karena kewajiban ag bertanggung jawab atas pendidikan dirinya dan orang lain.
Secara istilah, pendidik adalah orang-orang yang bert£ jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengu perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potens kognitif maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajar (Ahmad Tafsir, 2002: 41).
Secara umum, menurut Ahmad D. Marimba, p diartikan sebagai orang yang memikul pertanggungjawab. mendidik, yaitu manusia dewasa yang karena hak dan kewajiban bertanggung jawab tentang pendidikan si terdidik (peser (Ahmad D. Marimba, 1980: 37).
Samsul Nizar (2002: 42) mendefinisikan pendidik adal yang bertanggung jawab terhadap upaya perkembangan jas rohani peserta didik agar mencapai tingkat kedewasaan se mampu menunaikan tugas-tugas kemanusiaan (baik sebag fi al-ardh maupun abd) sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islai konteks ini, menurut Samsul Nizar, pendidik bukan hanya bertugas di sekolah (madrasah), melainkan orang yang terli proses pendidikan anak, mulai dari alam rahim (kandui sampai meninggal dunia.
Dalam konteks psikologi, pendidik (guru) menurut Wasty Soemanto (1998: 237) adalah makhluk biasa. Pandangan pakar psikologi bahwa pendidik sejati bukanlah makhluk yang berbeda-beda dengan peserta didiknya. Ia bukan makhluk serba cermat dan pintar sehingga pendapat pendidiklah yang serba benar dan menganggap peserta didik dibawanya secara keseluruhan.
Secara konstitusional, Pasal 1 UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bawah pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Dalam Pasal 39 ayat 2 UU yang sama dijelaskan pula bahwa guru juga disebut dengan istilah pendidik, dengan makna bahwa pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Ada beberapa pendapat para ahli tentang sifat-sifat yang harus dimiliki oleh para guru, antara lain sebagai berikut. Menurut Purwanto (1998: 140-148), syarat-syarat guru adalah: berijazah, sehat jasmani dan rohani, takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkelakuan baik, bertanggung jawab, berjiwa nasional, adil, percaya dan suka kepada murid-muridnya, sabar dan rela berkorban, memiliki kewibawaan terhadap anak-anak, penggembira, bersikap baik terhadap guru-guru lainnya, bersikap baik terhadap masyarakat, benar-benar menguasai mata pelajarannya, suka pada mata pelajaran yang diberikannya, dan berpengetahuan luas.
Untuk melakukan (be able to do) sesuatu dalam pekerjaannya, tentu saja seseorang harus memiliki kemampuan (ability) dalam bentuk pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan keterampilan (skill) yang sesuai dengan bidang pekerjaannya.
Mengacu pada pengertian kompetensi tersebut, dalam hal ini, kompetensi guru dapat dimaknai sebagai gambaran tentang apa yang seyogianya dapat dilakukan seorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan, berperilaku maupun hasil yang dapat ditunjukkan.
Lebih jauh, Raka Joni, sebagaimana dikutip oleh Suyanto dan Hisyam (2000), mengemukakan tiga jenis kompetensi guru, yaitu:
ti kompetensi profesional, yang memiliki pengetahuan yang luas dari bidang studi yang diajarkannya, memilih dan menggunakan berbagai metode mengajar di dalam proses belajar mengajar yang diselenggarakannya;
1.                kompetensi kemasyarakatan, yaitu mampu berkomunikasi, baik dengan siswa, sesama guru, maupun masyarakat luas;
2.                kompetensi personal, yaitu memiliki kepribadian yang mantap dan patut diteladani. Dengan demikian, seorang guru akan mampu menjadi seorang pemimpin yang menjalankan peran ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.
3.                Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional, pemerintah merumuskan empat jenis kompetensi guru, sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu sebagai berikut.
4.                Kompetensi pedagogik, yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan dalam pengelolaan peserta didik yang meliputi: (a) pemahaman wawasan atau landasan kependidikan; (b) pemahaman terhadap peserta didik; (c) pengembangan kurikulum/silabus; (d) perancangan pembelajaran; (e) pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis; (f) evaluasi hasil belajar; dan (g) pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi kepribadian. Yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang: (a) mantap;


5.      Kompetensi sosial. Yang dimaksud dengan kompetensi sosial
adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat
untuk : (a) berkomunikasi lisan dan tulisan; (b) menggunakan
teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional; (c)
bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik,
tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik; dan (d)
bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.
6.      Kompetensi profesional. Yang dimaksud dengan kompetensi
profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi: (a) konsep, struktur, dan metoda keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi ajar; (b) materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; (c) hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; (d) penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; dan (e) kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya nasional.
Sebagai pembanding, National Board for Profesional Teaching Skill (2002) telah merumuskan standar kompetensi bagi guru di Amerika, yang menjadi dasar bagi guru untuk mendapatkan sertifikasi guru, dengan rumusan sebagai berikut.
1.      Wltat teachers should know and be able to do, terdiri atas lima
proposisi utama, yaitu (1)
teachers are committed to students and their learning yang mencakup: (a) penghargaan guru terhadap perbedaan individual siswa; (b) pemahaman guru tentang perkembangan belajar siswa; (c) perlakuan guru terhadap seluruh siswa secara adil; dan (d) misi guru dalam memperluas cakrawala berpikir siswa.
2.    Teachers know the subjects they teach and how to teach those subjects
to students
mencakup: (a) apresiasi guru tentang pemahaman
materi mata pelajaran untuk dikreasikan, disusun, dan
dihubungkan dengan mata pelajaran lain; (b) kemampuan guru
untuk menyampaikan materi pelajaran; (c) mengembangkan
usaha untuk memperoleh pengetahuan dengan berbagai cara (multiple path).
Teachers are responsible for managing and monitoring student learning mencakup: (a) menggunakan berbagai metode dalam pencapaian tujuan pembelajaran; (b) menyusun proses pembelajaran dalam berbagai seting kelompok (group setting), kemampuan untuk memberikan ganjaran (reward) atas keberhasilan siswa; (c) menilai kemajuan siswa secara teratur; dan (d) kesadaran akan tujuan utama pembelajaran;
Teachers think systematically about their practice and learn from experience mencakup: (a) guru secara terus-menerus menguji diri untuk memilih keputusan-keputusan terbaik; (b) guru meminta saran dari pihak lain dan melakukan berbagai riset tentang pendidikan untuk meningkatkan praktik pembelajaran.
Teachers are members of learning communities mencakup: (a) guru memberikan kontribusi terhadap efektivitas sekolah melalui kolaborasi dengan kalangan profesional lainnya; (b) guru bekerja sama dengan orangtua siswa; (c) guru dapat menarikkeuntungan dari berbagai sumber daya masyarakat.

Dalam ilmu sosiologi ditemukan dua istilah yang akan selalu berkaitan, yakni status (kedudukan) dan peran sosial di dalam masyarakat. Status biasanya didefinisikan sebagai suatu peringkat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok atau posisi suatu kelompok dalam hubungannya dengan kelompok lain. Adapun peran merupakan sebuah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang memiliki suatu status tertentu tersebut.
Status sebagai guru dapat dipandang tinggi atau rendah, bergantung pada tempat ia berada, sedangkan perannya yang berkedudukan sebagai pendidik seharusnya menunjukkan kelakuan yang layak sesuai harapan masyarakat, dan guru diharapkan berperan sebagai teladan dan rujukan dalam masyarakat dan khususnya anak didik yang dia ajar.
Guru tidak hanya memiliki satu peran. Ia bisa berperan sebagai orang dewasa, seorang pengajar dan seorang pendidik, pemberi contoh, dan sebagainya. Apabila kita cermati, sebenarnya status dan peran guru tidaklah selalu seragam dan bersifat konsisten. Ini kependidikan, untuk mampu menjadi guru atau tenaga kependidikan yang baik, khususnya dalam melaksanakan tugas profesional.
Selanjutnya, pembinaan prajabatan melalui pendidikan guru ini harus mampu mendidik mahasiswa calon guru atau calon tenaga kependidikan untuk menjadi manusia, person (pribadi) dan tidak hanya menjadi teachers (pengajar) atau educator (pendidik), dalam artian menjadi makhluk yang berbudaya. Sebab, kebudayaanlah yang membedakan makhluk manusia dengan makhluk hewan. Kita tidak dapat mengatakan bahwa hewan berbudaya, tetapi kita dapat mengatakan bahwa makhluk manusia adalah berbudaya.
WF Connell (1972) membedakan tujuh peran guru, yaitu: (1) pendidik (nurturer); (2) model; (3) pengajar dan pembimbing; (4) pelajar (learner); (5) komunikator terhadap masyarakat setempat; (6) pekerja administrasi; serta (7) kesetiaan terhadap lembaga. -
Peran guru sebagai pendidik (nurturpr) berkaitan dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan (supporter), tugas-tugas pengawasan dan pembinaan (supervisor), serta tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak didik menjadi patuh terhadap aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat. Tugas-tugas ini berkaitan dengan upaya meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak untuk memperoleh pengalaman lebih lanjut seperti penggunaan kesehatan jasmani, bebas dari orang tua, dan orang dewasa yang lain, moralitas tanggung jawab kemasyarakatan, pengetahuan dan keterampilan dasar, persiapan untuk hidup berkeluarga, pemilihan jabatan, dan hal-hal yang bersifat personal dan spiritual. Oleh karena itu, tugas guru dapat disebut pendidik dan pemeliharaan anak. Guru sebagai penanggung jawab pendisiplinan anak harus mengontrol setiap aktivitas anak-anak agar tingkah laku anak tidak menyimpang dengan norma-norma yang ada.
Peran guru sebagai model atau contoh bagi anak. Setiap anak mengharapkan guru mereka dapat menjadi contoh atau model baginya. Oleh karena itu, tingkah laku pendidik baik guru, orang tua atau tokoh-tokoh masyarakat harus sesuai dengan norma-norma yang dianut oleh masyarakat, bangsa dan negara. Karena nilai dasar negara dan bangsa Indonesia adalah Pancasila, maka tingkah laku pendidik harus selalu diresapi oleh nilai-nilai Pancasila.
Peran guru sebagai pengajar dan pembimbing dalam pengalaman belajar. Setiap guru harus memberikan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman lain di luar fungsi sekolah, seperti hasil belajar yang berupa tingkah laku pribadi dan spiritual dan memilih pekerjaan di masyarakat dan hasil belajar yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial tingkah laku sosial anak. Kurikulum harus berisi hal-hal tersebut sehingga anak memiliki pribadi yang sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dianut oleh bangsa dan negaranya, mempunyai pengetahuan dan keterampilan dasar untuk hidup dalam masyarakat dan pengetahuan untuk mengembangkan kemampuannya lebih lanjut.
Peran guru sebagai pelajar (leaner). Seorang guru dituntut untuk selalu menambah pengetahuan dan keterampilan agar pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya tidak tertinggal zaman. Pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai tidak hanya terbatas pada pengetahuan yang berkaitan dengan pengembangan tugas profesional, tetapi juga tugas kemasyarakatan maupun tugas kemanusiaan.
Peran guru sebagai komunikator pembangunan masyarakat. Seorang guru diharapkan dapat berperan aktif dalam pembangunan di segala bidang yang sedang dilakukan. Ia dapat mengembangkan kemampuannya pada bidang-bidang dikuasainya.
Guru sebagai administrator. Seorang guru tidakhanya sebagai pendidik dan pengajar, tetapi juga sebagai administrator pada bidang pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu, seorang guru dituntut bekerja secara administrasi teratur. Segala pelaksanaan dalam kaitannya proses belajar mengajar harus diadministrasikan secara baik. Sebab, administrasi yang dikerjakan, seperti membuat rencana mengajar, mencatat hasil belajar dan sebagainya, merupakan dokumen yang berharga bahwa ia telah melaksanakan tugasnya dengan baik.
Peran guru dalam proses belajar mengajar sebagai demonstrator dimaknai sebagai penguasaan materi pelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik dengan selalu menambah pengetahuan, karena pendidik mesti juga berperan sebagai peserta didik dalam konteks menambah ilmu. Penguasaan materi pelajaran dimaksudkan juga penguasaan dalam bentuk menyusun silabus mata pelajaran, yaitu guru harus dapat menetukan kompetensi dasar, hasil belajar, indikator, tema, strategi, media, dan penilaian.
Guru sebagai pengelola kelas (learning manager) dimaksudkan bahwa ia harus mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar (learning empowyer) dengan aspek pengelolaan yang terorganisasi sehingga suasana belajar mengajar menjadi menyenangkan.
Guru sebagai mediator dan fasilitator dimaksudkan bahwa pendidik harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang banyak tentang media pendidikan, karena dengan mempergunakan media yang baik akan lebih meransang peserta didik untuk melakukan proses pembelajaran. Pendidik sebagai evaluator dimaksudkan bahwa pendidik dalam periode tertentu — semester dalam konteks kurikulum 2004— harus mampu melakukan evaluasi secara bertanggung jawab dengan landasan profesionalisme. Peran guru dalam pengadministrasian, menurut Usman, guru berperan sebagai pengambil inisiatif, wakil masyarakat, orang yang ahli dalam mata pelajaran, penegak disiplin, pelaksana administrasi pendidikan, pemimpin generasi muda, dan penerjemah kepada masyarakat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Psikologi Pendidikan Kristen (Sentot Sadono)

Resensi Buku Edward Sallis: Total Quality Management