Psikologi Pendidikan Kristen (Sentot Sadono)
1
PENGERTIAN
DAN RUANG LINGKUP PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Kompetensi Dasar
|
Menguasai
Pengertian psikologi pendidikan, sejarah, cakupan serta motodenya.
|
Indikator
|
a.
Menjelaskan
pengertian psikologi pendidikan
b.
Menguraikan
sejarah perkembangan psikologi pendidikan
c.
Menjelaskan
ruang lingkup psikologi pendidikan
d.
Menjelaskan
metode yang digunakan dalam pengembangan psikologi pendidikan dan
penerapannya
|
Ringkasan
Pendahuluan
Pendidikan
adalah dasar bangunan sebuah negara. Negara yang besar adalah negara yang
memperhatikan dan membangun pendidikannya dengan segenap kekuatan dan sumber
daya yang ada. Bercermin dari kiprah
pendidikan nasional di bangasa ini, banyak hal yang bisa dijadikan otokritik
terhadap pelaksanaan pendidikan di bangsa ini.
Dalam ranah
ilmu psikologi, arah pendidikan seharusnya dibangun pada dasar pemahaman yang
benar tentang jatidiri manusia. Pendidikan semaksinal mungkin dibangun menjadi
instrumen humanisasi dan sistem yang dijalankan adalah sistem yang akan
menghasilkan individu yang tidak terasing dari diri dan dunianya.
Karena itu,
pendidikan selayaknya dibangun dalam konsep manusia sebagai homo potens yaitu manusia yang sejak
lahir membawa potensi dan bakat dalam dirinya. Pendidikan harus bersifat
membela kebutuhan dan pembangunan kemandirian manusia, membangun keberpihakan
kepada jatidiri manusia. Model pendidikan ini, manusia dipandang sebagai subjek
yang otonom sehingga pendidikan harus berpusat pada peserta didik dan bukan
pada pendidik.
Dalam
konteks Indonesia, hal yang paling mendesak untuk diimplementasikan adalah
membuka ruang berpikir yang lebih konstruktif dalam menanggapi pola pendidikan
yang dikerjakan atas bangsa ini yang cenderung bahkan sudah terbukti melanggar
keberadaan manusia sebagai homo potens.
Pendidikan harus menjawab bahwa “selain sebagai makhluk
spesifik yang dilengkapi dengan kemampuan-kemampuan biologis dalam kehidupannya
manusia tidak hanya sepenuhnya diprogram oleh kemampuan biologisnya.
Pendidikan sedapat mu'ngkin harus
diperjuangkan dan didasarkan pada pemberdayaan manusia pada keunikannya dan
dalam persatuannya dengan diri dan lingkungannya. Pendidikan harus menjawab
manusia akan perbuatannya, baik itu menyangkut keputusan bagi dirinya sendiri
maupun bagi orang lain atau masyarakat. Maka dari itu, pendidikan yang
dinyatakan akan mampu menjawab kebutuhan manusia seutuhnya adalah pendidikan
yang siap terbuka bersinenergi dengan ilmu-ilmu lain khususnya ilmu psikologi.
Penerapan ilmu psikologi dalam dunia pendidikan sesungguhnya bukanlah
hal yang baru dikerjakan. Ilmu
psikologi dan ilmu pendidikan bagaikan
koin atau uang logam yang masing-masing sisinya memberi kontribusi nilai yang
sama dan sama-sama menjadikannya bermakna. Permasalahan pendidikan yang tidak
pernah ada habisnya telah membuat para ahli pendidikan senantiasa mengupayakan
sebuah bangunan pendidikan yang lebih baik, yang tidak manusia dari kehidupannya yana adalah
seutuhnya sebagai sasaran
pendidiKan.
Sasaran pendidikan adalah manusia.
Pendidikan bermaksud untuk membantu peserta didik (sebagai manusia utuh) untuk
mengembangkan potensi-potensi kemanusiaannya. Pemahaman pendidik terhadap
hakikat manusia akan membentuk peta tentang karakteristik manusia yang akan rnenjadi landasan dan acuan baginya dalam bersikap, menyusuh strategi, metode dan
teknik, serta memilih pendekatan dan orientasi dalam merancang dan melaksanakan komunikasi
transaksional di dalam interaksi edukatif'
Alasan Kita
Membutuhkan Psikologi
Edward L. Thorndike (1910) berkata:
a. Psikologi memberikan kontribusi untuk membangun pemahaman yang lebih baik tentang tujuan pendidikan, yaitu dengan
mendefinisikan tujuan pendidikan tersebut membuat tujuan semakin lebih jelas;
yakni dengan membuat pembatasan tujuan tersebut menunjukan kepada kita apa yang bisa dilakukan dan apa yang tidak bisa: dan dengan mempertimbangkan hal-hal baru yang harus dibuat menjadi bagian dan tujuan tersebuL
b. Psikologi membuat ide-ide dan tujuan pendidikan yang iebih jelas.
c. Psikologi membantu menempatkan pemahaman yang benar tentang tujuan pendidikan
yang seharusnya ke dalam perubahan yang tepat yang dibuat dalam pendidikan. dengan menggambarkan perubahan-penjbahan apa yang sebenarnya terjadi
pada manusia.
d. Psikologi membantu untuk mengukur kemungkinan-kemungkinan untuk mencapai tujuan pendidikan.
e. Psikologi memperJuas dan
memumikan tujuan pendidikan.
f.
Psikologi adalan kontributor utama untuk pemahaman materi pendidikan
g.
Psikologi bersinergi dengan ilmu tentang
anatomi,
fisiologi, sosiologi, antropologi, sejarah dan
ilmu-itmu lainnya yang menyangkut perubahan tubuh manusia atau sifat mental.
h. Psikologi adalah sebuah ilmu yang lengkap yang akan memberitahukan
takta-takta tentang kecerdasan seseorang, karakter dan perilaku; psikologi
memberitahukan penyebab setiap perubahan daiam sifat manusia, nasi dari setiap
gaya pendidikan-setiap tindakan yang mengubah setiap orang lain atau bagi diri
sendiri.
i.
Psikologi
memberikan kontrtousi daiam hal membangun
pemahaman yang benar tentang sarana pendidikan.
pemahaman yang benar tentang sarana pendidikan.
j.
Psikologi menyumbang pengetahuan tentang
metode mengajar tig cara cara. Pertama, metode bisa disimpulkan langsung dari hukum alam manusia. Kedua. metode dapat dipilih dari pengalaman kerja yang sebenarnya terlepas dari
psikologi, sebagai titik awal. Keitga, dalam semua kasus nsikoloqi dengan metode pengukuran pengetahuan dan keterampilan, atau mungkin dengan cara menguji dan
memastikan atau membantah klaim metode apapun
Definisi
Psikologi Pendidikan
Sebagaimana istilah-istilah
ilmiah dan kefilsafatan, istilah psikologi juga diperoleh dari Yunani yaitu psyche yang
berarti jiwa dan logos yang
berarti iimu. Jadi secara harfiah psikologi berari. ilmu jiwa, atau ilmu yang
mempelajari tentang gejala-gejaal kejiwaan. Untuk rentang waktu yang relatif
lama terutama ketika psikologi masih merupakan bagian atau cabang dari
filsafat. Pada masa lampau, Paul Musen dan Mark R. Rosenzwieg dalam buku
mereka, Psycology: An Introduction, psikologi diartikan sebagai
ilmu yang mempelajari mind (pikiran) namun dalam perkembangannya berubah
menjadi behavior (tingkah laku), sehingga
psikologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia.
Para
ahli psikologi modern belakangan ini tidak lagi mengartikan psikologi sebagai
ilmu yang mempelajari gejala-gejala kejiwaan. Menurut Thomas Alva Edison
(1847-1931) berujar, "My mind is incapable of conceiving such
a thing as a soul" (pikiran
saya tidak mampu untuk mamahami hal seperti jiwa). Pada asasnya, psikologi
menyentuh banyak bidang kehidupan diri organisme manusia. Dalam hal ini
psikologi didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang yang berusaha memahami
perilaku manusia, alasan, dan cara mereka melakukan sesuatu dan juga memahami
bagaimana makhluk tersebut berfikir dan berperasaan (Gleitman,
"Lawrence
Cremin mendefinisikan pendidikan sebagai usah; sengaja, sistematis dan terus
menerus untuk menyampaikan menimbulkan dan memperoleh pengetahuan, sikap-sikap,
nilai-nilas. keahlian-keahlian, atau kepekaan-kepekaan, juga setiap akibat dar;
usaha itu".
Dengan demikian maka psikologi
pendidikan berarti pendekatan secara menyeluruh dengan mempertimbangkan
keberadaan peserta didik sebagai pribadi unik dan dengan segala potensi alamiah
yang mendasarinya.
Meruiuk
pada pengertian psikologi
pendidikan, pada dasamya
psikologi
pendidikan mempertegas arah
pendidikan yang dibangun
dalam
proses pendidikan
secara umum. Maka dari itu, psikologi pendidikan dapat didefinisikan sebagai
kajian ilmu yang mempelajari seluruh tingkah laku manusia yang terlibat dalam
proses pendidikan. Santrock menegaskan bahwa, psikologi pendidikan adalah
cabang ilmu psikologi yang mengkhususkan diri pada cara memahami pengajaran dan
pembelajaran dalam lingkungan pendidikan. Manusia yang terlibat dalam proses
pendidikan ini ialah guru dan siswa, maka objek yang dibahas dalam psikologi
pendidikan adalah tingkah laku siswa yang berkaitan dengan proses belajar dan
tingkah laku guru yang berkaitan dengan proses pembelajaran. Sehingga objek
utama yang dibahas dalam psikologi pendidikan adalah masalah belajar dan
pembelajaran.
Tanggapan
Berdasarkan ringkasan terhadap
bagian 1 tentang ruang lingkup psikologi pendidikan bahwa pendidikan harus
berorientasi pada “pemanusiaan manusia” secara utuh sebagai homo potens. Dalam proses tersebut dan
dalam pengaplikasian ilmu pendidikan, ilmu pendidikan membutuhkan ilmu
psikologi sehingga pendidikan dapat terdefinisi dengan baik dan membuat
tujuan pendidikan semakin jelas seperti
yang dikemukakan Edward L. Thorndike. Dengan demikian maka psikologi pendidikan berarti
pendekatan secara menyeluruh dengan mempertimbangkan keberadaan peserta didik
sebagai pribadi unik dan dengan segala potensi alamiah yang mendasarinya.
2
DASAR-DASAR
PSIKOLOGI PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN
Kompetensi
dasar
|
Mengevaluasi
landasan Psikologi Pendidikan Agama Kristen
|
Indikator
|
1.
Menjabarkan
pengertian dan ruang lingkup Pendidikan Agama Kristen
2.
Mengidentifikasi
pengertian peserta didik dalam kajian Psikologi Pendidikan Agama Kristen
3.
Mengidentifikasi
pengertian pendidik dalam kajian Psikologi Pendidikan Agama Kristen
4.
Mengidentifikasi
proses pembelajaran dalam kajian Psikologi Pendidikan Agama Kristen
|
Pendahuluan
Pendidikan
Agama Kristen dalam pendidikan formal, sepertinya dijadikan mata pelajaran "second class" atau mata pelajaran yang tidak
dibanggakan. Apa sesungguhnya yang terjadi sehingga pandangan seperti itu
muncul? Bahkan bukan dari pihak-pihak lain, tetapi justru dari dalam
kekristenan sendiri, baik dari pihak guru juga dari pihak peserta didik. Ada
berbagai alasan yang diungkapkan. Pernah suatu hari dalam sebuah diklat Guru
PAK yang saya bawakan, saya berdiskusi dengan beberapa guru PAK sebagai peserta
diklat. Mereka mengatakan bahwa mereka tidak bangga menjadi guru PAK, justru
mereka merasa minder karena dianggap sebagai guru yang tidak berkualitas. Di
samping itu, peserta didik juga menganggap bahwa pelajaran agama Kristen tidak
penting, sehingga kebanyakan dari mereka bolos pada jam-jam pelajaran agama
tersebut. Sekali lagi, mengapa fenomena tersebut terjadi? Apakah memang
pembelajaran PAK yang tidak menarik atau faktor pendukung pembelajaran yang tidak
memadai? Tentu hal ini membutuhkan penelitian lebih lanjut, namun pesan
mendasar yang dapat ditangkap dari fenomena tersebut sesungguhnya dapat
dijadikan indikator yang menunjukkan bahwa pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen
harus dimaksimalkan lagi dalam segala segi, yakni: SDM nya, fasilitas
pembelajaran, kurikulum dan metodenya.
Sebuah
analisis yang dikerjakan oleh Thomas H. Groome dan Horace Busnell setidaknya
memberi jawaban memadai bagi jpagumulan tersebut. Groome membangun analisanya
pada tiga dimensi waktu untuk menanggapi
pelaksanaan pendidikan Kristen Dalam tulisannya diungkapkan bahwa, Pendidikan
Agama Kristen tidak bisa dipisahkan dari memahami masa lampau, masa kini dan masa depan. Adapun hal itu tidak
bisa dipahami sebagai masa yang terpisah secara linear karena jika waktu
kemudian disalahpahami sebagai tiga masa terpisah, maka kegiatan pendidikan
cenderung menekankan yang satu dan mengabaikan dua yang lainnya sehingga
merusak seluruh kegiatan. Maka dari itu Pendidikan Agama Kristen dalam pelaksanaannya pada masa
kini seharusnya sendjRtiasa dibangun dari warisan masa laiu, dan melihat kepada
kebutuhan masa depart dari pengaplikasian masa lalu dan masa kini. Mengutip
pandangan John Dewey, Groome mencatatkan bahwa apa yang telah dikerjakan dalam
keluarga manusia masa lalu sebagai "modal peradaban yang
dikumpulkan", sebagian tugas pendidikan adalah menjamin "modal yang
dikumpulkan" tersebut dilestarikan dan disediakan bagi orang-orang pada
masa kini. Bagi Groome, John Dewey menempatkan pendidikan masa lalu tersebut
sebagai upaya untuk "mengumpulkan warisan" bagi peradaban-peradaban
selanjutnya. Sehubungan dengan keberadaan pendidikan pada masa kini, mengutip
Piaget, Groome menilai tentang dimensi waktu masa kini sebagai upaya
"menemukan kembali" dalam arti berusaha menemukan kebenarannya bagi
diri kita sendiri, sama halnya seperti apa yang ditegaskan Piaget bahwa segala
kognisi harus didasarkan pada proses yang aktif dan reflektif di masa kini.
Maka dari itu, masa kini tidak hanya memakai dan menemukan kembali apa yang
telah diketahui, masa kini menambah warisan pengetahuan. Sehubungan dengan
mengungkap keprihatinan terhadap pendidikan di masa depan, secara khusus dalam
kaitannya dengan realisasi Pendidikan Agama Kristen di masa depan, Groome
melihat bahwa apa yang sebelumnya telah disampaikan oleh Plato dalam The
Republic, diungkapkannya kembali bahwa,
visinya tentang naradidik adalah apa yang paling menentukan cara seseorang
mendidik.
Dalam
perkembangan selanjutnya, John Dewey memainkan peranannya yang sehakikat dengan
apa yang Plato visikan. John Dewey melihat bahwa pendidik menurut sifat
pekerjaannya diwajibkan untuk melihat pekerjaan masa kininya dari sudut apa
yang telah berhasil atau gagal dicapai demi masa depan yang tujuan-tujuannya
bersangkut paut dengan tujuan-tujuan masa kini. Hal yang sama juga ditegaskan
oleh Dwayne Huebner, bahwa hai yang paling penting dari nilai kehidupan
seseorang dan komunitas adalah pendidikan. Groome juga mengkaji bahwa Freire
pun menegaskan hal yang pada hakikatnya menempatkan pendidikan pada nilai
keutuhan peserta didik. Pendidikan yang bersifat utopis yang dimaksudkan Freire
sesungguhnya berawal dari keprihatinannya terhadap pelaksanaan pendidikan yang
terlampau menempatkan naradidik sebagai obyek pendidikan dan bukannya
diperlakukan sebagai subyek yang utuh, yang memiliki segenap potensi untuk
menjadikan dirinya apapun deng pengalaman hidupnya. Maka dari itu seperti apa yang telah diungkapkan Freire, "pendidikan diharapkan tidak mengizinkan
orang-orang menerima apa yang telah ada (juga dalam pemahaman ini, memberikan apa yang telah ada) tetapi menuntun mereka membangun dunia yang lebih
baik sebagai gantinya".
Merujuk kepada pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen,
dapat dikatakan bahwa dalam usaha-usaha awalnya, Pendidikan Agama Kristen
dibangun dalam konsep pola asuh Kristen, yang sebnjutnya dikategorikan sebagai
gerakan Pendidikan Agama Kristen dengan memaksimalkan proses sosialisasi.
Sosialosasi secara sederhana dapat dikatakan sebagai proses pendidikan yang
beriaku wajar dan dengan sendirinya; dimana orang tua, persekutuan, masyarakat
meneruskan pengetahuan, kebiasaan, niai-nilai kepada anak-anak, anggota
persekutuan dan anggota masyarakat".
Sebagai pengagas model sosialisasi, Horace Bushnell
dalam Christian Nurture nya menempatkan Pendidikan Agama Kristen sebagai asuhan
Kristen, dimana orang tua atau keluarga sebagai suatu kesatuan organik,
sehingga iman Kristen yang dipercayai dan diamalkan oleh orang tua Kristen
mengalir ke dalam kehidupan anak-anaknya. Hal ini berarti menonjolkan tanggung
jawab orang tua sebagai orang-orang yang seharusnya hidup sesuai dengan iman
Kristen. Bushnell menegaskan bahwa di dalam keluargalah anak-anak menerima PAK
pertama kalinya, sehingga selanjutnya ia bertumbuh melalui proses induksi
alamiah (sosialisasi) dalam iman Kristen. Mengkritisi Horace Bushnell, Thomas
H. Groome melihat bahwa apa yang diupayakan oleh Bushnell tidak seharusnya berhenti
pada nilai sosialisasi semata, tetapi perlu dibangun pola yang ada hal yang prinsip yang penulis lihat dalam karya Groome, bahwa
kekuatan pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen, seharusnya melihat pada dimensi
waktu yang telah dan sedang membangun serta mewariskan nilai-nilai pendidikan yang tidak boleh
stagnan pada dimensi masa kini, tetapi lebih berupa pengaplikasian segenap
kognisi yang ada dalam membangun pendidik dan naradidik bukan bagi sekelompok
orang atau kepentingan "penguasa" tetapi berorientasi pada
kebutuhan-kebutuhan masyarakat.
A. Pengertian
dan Ruang Lingkup PAK: Sebuah Reimplementasi Pendekatan Psikologi dalam
Pembelajaran PAK.
Menyoal
tentang pengertian PAK dan ruang lingkupnya, pertama-tama perlu melihat
pengertian PAK dari beberapa tokoh yang telah berkecimpung dalam dunia
pendidikan Kristen di Wyckoff dan C.L.J. Sherrill yang disarikan oleh Robert R.
Boehlke mengenai struktur pendidikan Agama Kristen dalam implementasi
pendidikan psikologi sentrisnya.
E.G.
Homrighausen dan I.H. Enklar membangun sebuah kesepahaman melihat pendidikan
agama yang berkembang di dunia Barat, tidak tepat dalam
penggunaan istilahnya, khususnya di Indonesia sebagai konteks yang
pluralistik ini. Kesepahaman yang dibangun E.G. Homrighausen dan I.H. Enklar
tentang pendidikan Kristen atau Pendidikan Agama Kristen tersebut cenderung
melihat pada sisi kejelasan dan ketegasan nilai pendidikan agama yang dibangun,
yaitu Pendidikan Agama Kristen, bukan agama yang lain.
Dalam
ulasannya, B.S Sidjabat menanggapi arah pendidikan
Kristen, mengatakan bahwa "Pendidikan Kristen merupakan upaya ilahi dan
manusiawi dilakukan secara bersahaja dan berkesinambungan untuk memberikan
pengetahuan, nilai-nilai, sikap-sikap, keterampilan, sensitivitas, tingkah laku
yang konsisten dengan iman Kristen.
B. Peserta
Oidik dalam PAK, Siapa dan Bagaimana Mereka?
Tidak maksimalnya pembelajaran PAK seringkali bukan saja dipengaruhi
oleh SDM, dan lingkungan belajar yang tidak memadai, justru akan lebih parah
akibatnya apabila pendidik bahkan peserta didik itu sendiri tidak memahami
dirinya, jati dirinya'dan kehadiran dirinya, baik sebagai pendidik maupun sebagai peserta
didik dalam PAK. Apa yang dimaksud dengan tidak memahami diri/keberadaan diri
tersebut erat kaitannya dengan hakikat dasariahnya, sehingga PAK seringkali
dijadikan hanya sebuah pengalaman mengajar dan pengalaman belajar semata, bukan
pada tujuannya semula yaitu pemulihan dan pemberdayaan manusia menuju pada
karakter hidup yang memuliakan Tuhan.
Paul W.Cates, seorang filsuf pendidikan Kristen, mendefinisikan anak
didik sebagai 1) individu yang memiliki tingkah laku, keinginan, pengetahuan,
dan keterampilan, dimana individu tersebut ciptaan yang diciptakan menurut
Gambar Rupa Allah (Kej. 1:27), namun sekaligus juga orang berdosa (Rm. 3:23),
dan mahluk yang memiliki mental, jiwa, fisik, roh, serta social interests. 2) mencari kebenaran (Rm. 1:14); memiliki hati yang menghargai,
memiliki keinginan untuk melakukan apa yang benar (Flp. 1:8-10), orang yang
belajar melalui meneliti sesuatu, melakukan apa yang ia pelajari (Yon. 4:15),
serta individu yang memberikan responnya terhadap kebenaran (Yoh. 4:26). Leon
Marsh mengatakan bahwa, The most poignant characteristic of the religious nature of the learner
is that he was made in the image of God. This concept of the imago Dei suggests
that the learner is like God in several ways.
C.
Pendidlk dalam PAK, Apa yang terjadi?
Ada apa dengan guru PAK sekarang ini? Kebanyakan dari mereka merasa
jenuh dengan proses pendidikan yang mereka
kerjakan.60 Alasan mendasarnya adalah mereka menemukan din mereka sedang stagnan dan mengerjakan sesuatu yang monoton dari hari ke sehari dalam tanggung jawab pendidikan mereka.
Sungguh suatu alasan yang seharusnya tidak pernah terjadi dalam
panggilan hidup sebagai pendidik. Howard Hendricks, dalam bukunya Teaching to Change Lives menegaskan bahwa, "the effective teacher always
teach from the overflow of a full life. The law of the teacher, simply stated, is this: If you stop growing today you menegaskan bahwa seorang guru harus tahu apa yang ia akan ajarkan, pengetahuan yang sempurna
harus berdampak pula pada pengajaran yang sempurna.62 Jika kembali kepertanyaan
awal, ada apa dengan guru PAK? Reaksi awal yang harus dibangun adalah
pertama-tama tentu memberatkan kepada posisi guru yang bersangkutan. Guru
bertanggung jawab sepenuhnya terhadap kompetensi dirinya, keahlian dirinya,
serta segala hal menyangkut kesiapan dirinya baik mental maupun spiritualnya.
Maka dari itu, seorang guru harus bijak membangun kapasitas hidupnya, seperti
apa yang Howard Hendricks pikirkan dalam perjalananan kehidupan seorang guru
yaitu, "think of this way, as lona as you
live, you learn; and as long as you learn, you live.
Tanggapan
Tidak
dapat dipungkiri bahwa teologi tetap membangun hubungan dengan ilmu-ilmu lain,
terutama dalam metode dan bahkan dengan ilmu-ilmu tertentu teologi pun
membangun hubungan berlindan dan dengan konten. Misalnya, teologi dan filsafat,
meski memiliki konten yang berbeda, namun tidak dapat memungkiri sumbangsih
filsafat bagi teologi. Dalam hal ini, Pendidikan Agama Kristen mau tidak mau
harus membangun hubungan dengan ilmu pendidikan murni juga ilmu psikologi. Hal
ini semaga-mata pada metode dan bahkan pada bagian-bagian tertentu pun
berkaitan dengan konten psikologi, misalnya psikologi perkembangan.
3
DASAR-DASAR PSIKOLOGI PERKEMBANGAN
DALAM
PSIKOLOGI PAK
Kompetensi
Dasar
|
Merumumuskan
dasar-dasar psikologi perkembangan bagi psikologi Pendidikan Agama Kristen
|
Indikator
|
1. Mendeskripsikan prinsip-prinsip pertumbuhan
dan perkembangan
2. Mamadankan teori-teori perkembangan peserta
didik dan perspektif Kristen terhadap teori-teori perkembangan
3. Mengklasifikasikan konsep-konsep
perkembangan Kristiani tentang murid
4. Mengidentifikasi tahapan-tahapan
perkembangan dan pengajaran dalam Pendidikan Agama Kristen
|
Pendahuluan
Apakah kepentingan psikologi perkembangan
dalam PAK? Pertanyaan ini b/sa jadi menjadi otokritik bagi pelaksana PAK. juga bisa jadi semacam penolakan, karena seringkali muncul ketegangan yang ada sehubungan dengan tidak ada kesarnaan hakikat antara teologi yang
menjadi dasar kajian PAK dengan psikologi sebagai disiplin ilmu sosial yang
bersifat operational. Menanggapi hal itu, penting juga mengacu pada tanggapan Thomas H. Groome rerhadap pendidikan
agama Ronald Goldman dan yang lainnya- sehubungan dengan ketegangan tersebut,
Groome melihat bahwa para pendidik harus berhati-hati ketika mereka mulai
mengambil pemahaman-pemahaman dari penelitian psikologi perkembangan. Apa yang
dikemukakan sebagai hal yang deskriptif tidak dapat diterima sebagai hal yang
preskriptif, sama seperti apa "yang ada sebenarnya, jangan pernah diterima
secara otomatis sebagai apa "yang seharusnya". Pendidikan agama juga
sekarang jangan menjadi "kurir" para ahli psikologi perkembangan. Kita
harus membawa pokok-pokok persoalan. pertanyaan-pertanyaan, pemahaman-pemahaman
dan bahasa kita sendiri dan juga sedikit keraguan "data" yang
ditawarkan. Jika tidak, kegiatan kita akan menjadi model ilmu pengetahuan
sosial yang bersifat operational dan usaha-usaha kita direduksi menjadi
teknik-teknik. Groome menambahkan juga bahwa "di lain pihak, mengabaikan
pertemuan-pertemuan para ahli psikologi perkembangan adalah suatu
kecerobohan".
Iris V. Cully menambahkan bahwa, "hasil-hasil penelitian
psikologis yang baru, menyarankan kemungkinan adanya
dorongan-dorongan batin bagi pelaku moral.74 Melihat pada pentingnya psikologi
perkembangan, maka hal yang mendasar yang terjadi dalam PAK sehubungan dengan tidak dapat
dipisahkannya nilai-nilai
edukasi dan nilai-nilai
sosialisasi dalam PAK menempatkan psikologi perkembangan dibutuhkan dalam membangun pendekatan-pendekatan
pengajaran dan pembelajaran.
Groome melihat bahwa apa yang baru dalam masa kita
sekarang ini adalah jumlah penelitian
yang meningkat yang dilakukan
atas pelbagai aspek
perkembangan manusia. Di antara para ahii psikologi perkembangan yang terkenal, mereka yang
memiliki daya tarik khusus bagi para pendidik adalah Piaget (perkembangan kognitif),
Kohlberg (perkembangan moral), Fowler (perkembangan iman), Loevinger (perkembangan ego), dan Selman (perkembangan empati). Penelitian mereka
bersifat terus menerus dabn penemuan-penemuan mereka harus dilihat sebagai indikator-indikator
yang membantu bukan sebagai deskripsi-deskripsi yang lengkap dan final. Groome
merancang beberapa permasalahan dalam pendidikan yang sarat dengan upaya melibatkan pendekatan psikologis
A.
Prinsip-prinsip Pertumbuhan dan
Perkembangan Peserta Didik
Selama ini
perhatian para pelaku pendidikan Kristen tertuju Kepada tugas mendidiK orang-orang
Ke dalam man Kristen. Hal itu berarti, pendidikan Kristen bertanggung
jawab untuk memaksimalkan segala hal menyangkut pendidikan teriebih lagi
menyangkut sasaran atau subyek pendidikan yaitu peserta didik. Mengedepankan
peserta didik sebagai sasaran pendidikan itu berarti PAK bertanggung jawab
terhadap pembangunan kepribadian, karakter seorang pribadi peserta didik maupun
kelompok mengarah kepada perubahan di dalam Kristus. Dengan demikian para
pendidik pun harus dapat memaksimalkan berbagai pendekatan dalam memaksimalkan
pengajarannya. Atmadja Hadinoto menegaskan bahwa psikologi perkembangan ini
dapat membuka kemungkinan-kemungkinan pemahaman baru tentang proses
per-kembangan manusia dan di samping itu juga harus bersikap kritis terhadap
prasangka-prasangka mereka. Secara sederhana pertumbuhan dan perkembangan dalam
diri peserta didik dapat dimengerti sebagai "proses yang menunjuk kepada
perubahan yang progresif dan kreatif, dalam organisme bukan saja perubahan
dalam segi fisik, melainkan juga dalam segi fungsi, mtsalnya kekuatan dan
koordinasi. Yang dimaksud kreatif berarti wSvidu tersebut memilih aspek-aspek
lingkungan dan terhadap ingkungan itu ia harus memberi respons.
Prinsip-prinsip perkembangan menurut Hamali:
Pertama.. Perkembangan sebagai fungsi interaksi antara organisme
dengan lingkungan. Suatu pandangan menyatakan bahwa faktor pembawaan
merupakan faktor yang paling penting dalam perkembangan. Pandangan lain
menyatakan sebaliknya, bahwa lingkunganlah yang merupakan faktor yang paling
menentukan. Namun, para ahli yang digolongkan ke dalam kelompok interactionist
mereka percaya bahwa pembawaan menyediakan potensi potensi yang berinteraksi
dengan lingkungan yang dinamis. Oleh karena itu, pendidikan hendaknya menyediakan
lingkungan yang cukup
memberikan stimulus pada anak-anak.
Kedua, Perkembangan beriangsung
lebih cepat pada tahun-tahun permulaan. Pada usia 9 bulan dalam kandungan. berat
bayi ada yang mencapai 4 kg, suatu penambahan berat sebesar 500 kali berat tatkala
terjadinya pembuahan sel telur oleh sperma. Perkembangan yang paling cepat
terjadi pada tahun-tahun permulaan, tetapi perlu disadari bahwa per-kembangan
itu beriangsung seumur hidup. Sekalipun mungkin pola-pola kepribadian itu
terbentuk pada usia sebelum sekolah, manifestasi sifat-sifat kepribadian itu
sendiri mengalami perubahan selama manu-sia hidup.
Ketiga, pengaruh kematangan terhadap hasil-hasil latihan. Latihan dan pengajaran dapat berlangsung secara produktif jika pertumbuhan dalam diri individu kelak terjadi secara memadai,
artinya otot, saraf, dan otak harus berkembang dulu sampai tingkatan tertentu.
Kematangan atau kesiapan (readiness) sangat penting untuk mendapat hasil
latihan atau peng-ajaran.
Keempat. Pola-pola tingkah laku
berkembang secara berurutan. Perkembang-an adalah proses yang beriangsung
secara teratur, selangkah demi selangkah. Setiap keterampilan, sifat, atau
pengetahuan harus mempunyai dasar-dasar yang mendahuluinya.
Kelima, Laju perkembangan bersifat individualSetiap individu memiliki laju perkembangan sendiri-sendiri. Beberapa anak mencapai kematangan lebih awal daripada
anak-anak lainnya.
Teori-teori Perkembangan Peserta Didik dan Perspektif
Kristiani terhadap Teori-teori Perkembangan
Teori-Teori Perkembangan
Admodjo Hadinoto mencatatkan
bahwa, di antara para ahli yang terkenal penyelidikannya adalah: J.Piaget
(perkembangan kognitif); LKohlberg (perkembangan moral), E.Erikson
(perkembangan ego); J.Fowler (perkembangan iman kepercayaan).Ada beberapa
pertanyaan awal yang dimunculkan oleh Hadinoto yang juga perlu menjadi
pengkajian bersama, yaitu: Mengapa pemikiran beberapa tokoh Psikologi
Perkembangan di Barat yang sangat mempengaruhi pemikiran pendidikan selama
paruhan kedua abad kedua- puluh ini di Amerika dan Eropa
dipilih untuk diteiaah; padahal belum tentu hasil-hasil penyelidikan mereka
cocok untuk diterapkan dalam situasi di Indonesia? Alasan yang dapat
dikemukakan di sini adalah, bahwa hasil penyelidikan mereka ini penting untuk
memahami perubahan yang dialami manusia, bentukbentuk perubahan itu dikenali
dalam tiap tahap perkembangan umur manusia, dan khususnya hal-hal apa yang
dapat dimanfaatkan bagi proses belajar iman Kristen (PAK).
Di samping
itu, tokoh-tokoh seperti J.Piaget, L. Kohlberg sendiri mengklaim penemuan teori
mereka berlaku secara universal (hal ini terlepas dari apakah kita setuju atau tidak dengan pandangannya). Berarti tidak
hanya berlaku di negeri Barat saja dari mana ia berasal, tetapi juga untuk
berbagai macam kebudayaan, kelompok etnis, dan untuk segala tingkat sosial dan
ekonomi di seluruh dunia (studi perban-dingan antar kultural).
Teori Psikoanalis
Menurut Freud kepribadian itu
terdiri atas tiga sistem atau aspek, yaitu Das Es yaitu aspek
biologis {the id), Das Ich yaitu aspek
Psikologis {the ego) dan Ueber
Ich yaitu aspek sosiologis {the
superego). Ditegaskan bahwa, kendatipun
ketiga aspek tersebut, masing-masing memiliki fungsi, prinsip kerja, sifat dan
dinamika sendiri-sendiri, namun ketiganya berhubungan sangat rapat, sehingga
tidak mungkin memisah-misahkan pengaruhnya terhadap pembentukan tingkahlaku manusia.
Das Es atau aspek bilogis ini adalah aspek yang orisinil. ari aspek inilah
kedua aspek lainnya bermula. Das es berfungsi dengan berpegang pada prisip
kenikmatan, yaitu mencari keenakan dan menghindarkan diri dari ketidakenakan.
Das Ich atau aspek psikologis dari kepribadian ini timbul dari kebutuhan organism
untuk dapat berhubungan dengan dunia luar secara realisitis. Berfungsinya Das Ich berpegang
pada prinsip "realitas". Tujuannya masih dalam garis kepentingan
organism, yaitu mendapatkan keenakan dan menghidari ketidakenakan, tetapi dalam
berttuk dan cara yang sesuai dengan kondisi-kondisi dunia nil, sesuai dengan
kenyataan. Das Ueber Ich, aspek
sosiologis dari kepribadian. Das Ueber Ich lebih merupakan hal yang ideal
daripada hal yang riil, lebih merupakan kesempurnaan daripada kesenangan.
Fungsinya yang terutama ialah menentukan apakah sesuatu susila atau tidak
susila, pantas atau tidak pantas, benar atau salah, dengan cara ini, manusia
bertindak dalam cara yang sesuai dengan moral masyarakat.
Beberapa pemikiran mendasar
dari para teoritisi psikoanalitis, dapat dicatatkan di bawah ini.
Para teoritis psikoanalitis
melihat perkembangan pada dasarnya tidak disadari yaitu diluar kesadaran dan
sangat diwarnai oleh emosi. Para teoritis psikoanalitis yakin bahwa perilaku
semata-mata adalah suatu karakteristik permukaan dan untuk benar-benar memahami
perkembangan kita harus menganalisis makna simbolis perilaku dan kerja pikiran
yang paling dalam. Para teoritisi psikoanalitis juga menekankan bahwa
pengalaman-pengalaman sebelumnya dengan orang tua secara ekstensif membentuk
perkembangan kita. Karakteristik ini digarisbawahi dalam teori psikoanalitis
utama yaitu Kepribadian, karena ego membuat keputusan-keputusan rasional. Id
dan ego tidak memiliki moralitas. Id dan ego tidak memperhitungkan apakah sesuatu
benar atau salah. Superego adalah struktur kepribadian Freud yang
merupakan badan moral kepribadian.
Teori
Perkembangan Kognitif
Diungkapkan
oleh Piaget adanya 5 tahapan perkembangan yaitu tahap sensorik-motorik
(usia 0-2 tahun)r tahap prekonsep
(usia 2-4 tahun), tahap intuisi (usia 4-7 tahun), tahap operasional konkrit
(usia 7-11 tahun) dan tahap operasional formal (usia 11-15 tahun).
Tahap I, Tahap sensorimotor yang berlangsung dari
kelahiran hingga usia 2 tahun, merupakan tahap pertama Piaget. Pada tahap ini,
bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia dengan mengkoordinasikan
pengalaman-pengalaman sensor (seperti melihat dan mendengar) dengan
tindakan-tindakan motorik fisik oleh karena itulah istilahnya sensorimotor.
Pada permulaan tahap ini, bayi yang baru lahir memiliki sedik'rt lebih banyak
daripada pola-pola reflex. Pada akhir tahap, anak berusia 2 tahun memiliki
pola-pola sensorimotor yang kompleks dan mulai beroperasi dengan simbol-simbol
primitif.
Tahap II, Tahap praoperasional yang
berlangsung kira-kira dari usia 2 hingga 7 tahun, merupakan tahap kedua Piaget.
Pada tahap ini, anak-anak mulai melukiskan dunia dengan kata-kata dan
gambar-gambar. Pemikiran simbolis melampui hubungan sederhana antara
Tahap III, Tahap operasional konkret yang bertangsung kira-kira dan
usia 7-11 tahun, merupakan tahap
ketiga Piaget. Pada tahap ini, :*rti-anak dapat melaksanakan.operasi,
dan penalaran logis menggantikan pemikiran intuitif
sejauh pemioran capat diterapkan ke contoh-contoh yang spesifik
atau konkret. Misalnya, pemikir isional
konkret tidak dapat membayangkan langkah-langkah diperlukan untuk
menyelesaikan suatu persamaan aljabar, yang
terlalu abstrak untuk dipikirkan pada
tahap perkembangan ini.
Tahap IV, Tahap operasional
formal yang tampak dan
usia 11 hingga 15 tahun, merupakan tahap
keempat dan terakhir Piaget. Pada tahap m, individu melampaui
dunia nyata, pengataman-pengalaman tongkret dan berpikir secara abstrak dan
tebih logis. Sebagai bagian dan pemikiran
yang lebih abstrak, anak-anak remaja
mengembangkan gambaran keadaan yang tak ideal. Mereka dapat berpikir tentang
seperti apakah orang tua yang ideal dan
membandingkan orang tua mereka
dengan standar ideal ini.
Teori Perkembangan Moral
Lawrence Kohlberg menunjukkan adanya 6 tahap perkembangan moral
secara berurutan dan berlaku universal berdasar penelitiannya. Keenam tahap
tersebut akan diuraikan di bawah ini:
Level 1: Pre-Conventional Morality
Tingkat pertama: ketaatan dan hukuman. Artinya,
suatu tindakan menurut aturan dinilai baik, jika tidak menimbulkan kesakitan
atau ketakutan.
Tingkat kedua: orientasi naif-egoistis.
Perbuatan yang menurut aturan adalah baik jika memuaskan hati (hedonistis).
Unsur-unsur seperti: kejujuran, saling-memberi dan membalas memang sudah muncui, tetapi
ditafsirkan secara fisik, dan pragmatis. Sebagai contoh:
"Kamu telah mencubit aku, sekarang aku ganti
mencubitmu!". Jadi di sini
belum muncui aspek loyalitas, rasa terima-kasih
atau rasa keadilan. Level 2: Conventional Morality
Tingkat ketiga berkisar pada orientasi: "Anak laki yang baik
dan anak perempuan manis". Di sini yang dinamakan perbuatan balk adalah
yang menyenangkan dan dapat diterima oleh orang lain. Oleh karena itu pada
tingkat ini banyak terjadi konformitas (membebek) terhadap stereotip-stereotip
dalam masyarakat. Pada tahap ini mulai muncui kesanggupan menilai perbuatan
dari 'motivasinya'. Seperti nyata dari ucapan: "sebenarnya ia bermaksud
baik, tetapi..."; yang dipakai secara berlebih-lebihan.
Tingkat keempat: menegakkan hukum dan disiplin. Orientasi orang
pada tingkat moral ini adalah: siapa pemegang kekuasaan, dialah yang harus
dihormati. la gemar memperhatikan kewajiban-kewajiban yang harus dilalukan
seseorang, dan bagaimana harus mempertahankan tata-kehidupan sosial untuk
kepentingan ketertiban dan keamanan sendiri.
Level 3: Post-Conventional Morality
Tingkat kelima: kontrak sosial. Umumnya orang mau menekankan segi
hukum dan kemanfaatannya bagi kehidupan bersama. Perbuatan dinilai baik,
berdasarkan norma-norma yang telah diuji kebenarannya oleh masyarakat dan
diterima bersama. Di tingkat ini mulai muncui kesadaran bahwa nilai-nilai dan
pandangan individu adalah relatif; oleh karena itu diperlukan
'aturan-permainan' untuk mencapai konsensus bersama. Mereka juga sudah dapat
membedakan bahwa, di luar apa yang sudah ditetapkan bersama secara demokratis
dan dalam bentuk Undang-undang, masih ada kebebasan berpendapat sendiri.
Teori PerKembangan Psikososial
Erik H.Erikson
Berbeda
dengan Piaget dan Kohlberg yang bertolak dari peftembangan kognitif manusia, Erikson
dalam hal ini bertttik tolak dari prinsip biologis, dengan lebih mendasarkannya
pada perkembangan ekologis (Schaap, '84:209). Dengan perkembangan ekologis dimaksudkan perkembangan relasi manusia dengan dunia sekelilingnya, yakni dengan orang-orang yang dekat
dengan dirinya. Rupanya di kalangan para ahli
psikhologi perkembangan anak, ada rasa kurang puas terhadap pendekatan kognitif
secara berat sebelah dari teori Piaget yang
menekankan segi kompetensi logis dari manusia belaka (Light, '68:1). Pendekatan Erikson
yang memakai psikhoanalisis,
yakni dengan menyelidiki hakikat manusia, mendapat simpati orang banyak. Karena
dengan pendekatan ini, manusia tidak dijadikan sekadar obyek penyelidikan ilmu
pengetahuan, tetapi manusia sendiri menjadi subyeknya. Hal ini nyata dari
kecondongan di Eropa Barat, yang mau mencari keseimbangan dalam penyelidikan
aspek lain di luar aspek kognitif (Brusselmans [ed],'81:4).
Dalam
teorinya, Erikson berbeda pendapat dengan Freud, la menggeser peranan ego,
karena itu disebut psikhologi ego. Di samping
itu, Erikson menekankan peranan dan otonomi ego dalam pembentukan pribadi,
tanpa bermaksud menghilangkan peranan dorongan primitif masa kanak-kanak
(libido seksualis) dan peranan sosial, serta historis (Siagiaan, 4 Jan, '84). la
membagi perkembangan psikologi manusia dalam delapan tingkat. Lima tingkat yang
pertama merupakan reformulasi dan perluasan dari lima tingkat perkembangan Freud. Dapat ditambahkan bahwa tiga tingkat
terakhirnya jatuh pada tali manusia dewasa. Seperti telah disebutkan di atas,
Erikson membagi
4
POLA-POLA
PENDIDIKAN YANG BERKEMBANG
SERTA
PENGARUHNA TERHADAP PENGEMBANGAN PAK
Kompetensi
|
Menganalisis tokoh pendidik yang berorientasi pad ailmu
psikologi dan pengaruhnya terhadap pengembangan Pendidikan Agama Kristen
|
Indikator
|
1.
Mengembangkan
teori John Dewey, George Albert Coe, Harrison S. Elliot dan pengaruhnya
terhadap pengembangan Psikologi Pendidikan Agama Kristen
2.
Mempolakan
teori-teori pendidikan menuju kematangan PAK yang mengembangkan PAK pada aras
teologis/ psikologi sentris
|
Pendahuluan
Tokoh-tokoh seperli John Dewey (1859-1952) dengan pendidikan
demokratis, progresif dan filsafat rekonstruksismenya. sehingga berakhir pada
pemosisian diri pada bidang sains yang berdampak pada ketidakterlibatannya dalam urusan gereja atau agamanya. Berbeda dengan Albert
Coe (1862-1951) ketika Dewey diperhadapkan dengan gaya berpikir secara ilmiah
dengan kesimpulan mengagumkan. ia menolak iman dan persekutuan gereja. Coe
diperhadapkan pada perkara yang sama, dan ia menarik kesimpulan yang lain, iman
Krislen masih tetap berlaku. asal saja iman itu diucapkan ulang sesuai dengan
gaya berpikir ilmiah dan modern tersebut.
Kehadiran Harrison S. Elliott
(1882-1951), juga sangat penting dalam membangun arah pendidikan Kristen yang
lebih modem-manusiawi, namun tetap dalam kerangka teologis melihat arah
pengembangan PPAK tersebut. "Ada empat hal yang menjadi keyakinan teologisnya
yang menentukan sifat pandangannya terhadap Pendidikan Kristen. yaitu: Allah,
Penyataan, Tabiat Manusia dan Dosa.128 Selanjutnya dalam pembahasan lainnya
dalam bagian ini, tentu akan melihat secara dekat kajian beberapa tokoh
Pendidikan Kristen yang secara khusus melihat arah Pendidikan Kristen dalam
pergumulan teologis/psikologis sentrisnya.
John Dewey (1859-1952) Kajian Pemikiran Pendidikan Berbasis Kajian
Ilmiah
John Dewey, seorang tokoh besar
dalam sejarah intelektual Amerika, dianggap sebagai salah satu dari beberapa
orang Amerika abad kedua puluh yang "... Bisa diakui dalam skala dunia
sebagai juru bicara bagi manusia" (Dykhuizen, 1973, hal xv ). Lingkup
kerja Dewey meliputi filsafat, psikologi, pendidikan, politik, dan pemikiran
sosial. Pada acara di perayaan ulang tahun ke-90 itu, pada tahun 1949, Dewey
menggambarkan tujuan hidup sebagai upaya untuk mendapatkan "yang jelas dan
membangun gagasan-gagasan berbeda tentang apa masalah yang sesungguhnya
mendasari kesulitan dan kejahatan yang kita alami di dalam praktek kehidupan
ini. John Dewey senantiasa menyelidiki apa permasalahan yang terjadi di
masyarakat dan berusaha untuk mencari jalan keluarnya.'29 John Dewey dikenal
oleh karena konsep pemikirannya tentang pragmatisme, relativisme, dan active learner.
Pemikiran John Dewey
Konsep tentang filsafat
Dewey berpihak
pada filsafat sebagai pemahaman berefleksi atas masalah yang rumit untuk
memperoleh jawaban yang turut memecahkannya dalam gelanggang pibadi dan sosial.
Dewey pun kemudian tertarik dengan filsafat pragmatisme seperti yang diajarkan
oleh Charles Sanders. Konsep pragmatisme menekankan pada “makna segala sesuatu
yang berhubungan dengan apa yang dapat
dilakukan.
Konsep tentang Agama
Bagi Dewey, agama adalah pengalaman emosi yang dialami seseorang
dan berhubungan dengan rasa nyaman serta bebas dari kekhawatiran yang tidak
mungkin terucapkan dalam kata-kata secara lisan. Bagi Deway, kerajaan Allah adalah kenyataan
adikodrati yang berfaedah sebagai simbol tentang hubungan yang tertinggi yang pengembangannya
dilaksanakan melalui pendidikan. Untuk itu guru adalah orang yang memiliki
peran paling penting karena dianggap sebagai nabi yang palin gdipercaya untuk
mendatangkan kerajaan Allah yang sebenarnya.
Konsep tentang Pendidikan
Menurut Deway pendidikan adalah upaya menolong manusia agar dapat
berefleksi terhadap masalah yang timbul dalam masyarakat dan upaya
memperlengkapi mereka agar menghasilkan perubahan yang nyata dalam kehidupan
mereka. Rumusan Dewey tentang pendidikan adalah pembentukan kembali atau
pengorganisasian ulang pengalaman yang menambah maknanya dan yang menambah
kemampuan si pelajar dalam memberi arah terhadap pengaaman yang selanjutnya.
Sumbangsih John Dewey dalam Dunia
Pendidikan
Berdasarkan pengalamannya, Dewey mengembangkan ide-ide penting
dari dirinya sehubungan dengan pendidikan, ditegaskannya bahwa:
Pertama, anak-anak adalah pembelajar aktif (active learner),
Kedua, pendidikan seharusnya difokuskan kepada seluruh aspek
kepribadian anak dan memprkuat kemampuannya untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungan di mana ia berada sehingga ia mampu memecahkan masalah yang dialaminya
secara reflektif,
Ketiga, semua anak-anak, dari semua lapisan sosial ekonomi serta
semua etnis memiliki hak untuk mendapat pendidikan yang layak.
Kritik terhadap konsep pemikiran John Dewey
Konsep yang mengabaikan Allah
Menurut Dewey, keselamatan di dunia ini akan semakin tercapai
melalui pendidikan dan tidak lagi melalui campur tangan ilahi dari dunia yang
ada di seberang sana. Ini menunjukkan bahwa Dewey tidak mengakui keberadaan
Allah dan baginya keselamtan adalah hasil dari upaya manusia melalui
pendidikan.
Konsep yang mengabaikan Firman
Allah
Bagi Dewey, kebenaran berasal dari upaya manusia yang relatif,
bersifat tidak tetap dan selalu berubah-ubah. Tidak ada norma dan kaidah yang
tetap. Benar atau tidaknya sesuatu yang dianggap benar bergantung pada
bermanfaat atau tidaknya bagi kehidupan manusia dan ukuran untuk segala sesuatu
yang dilakukan atau terjadi bergantung pada prakteknya.
Konsep yang mengabaikan Kehidupan
Kekal
HUBUNGAN
TEOLOGI DENGAN PSIKOLOGI
PENDIDIKAN DAN RELEVANSINYA
kompetensi Dasar dan Indikator
Kompetensi Dasar 5:
Mendiskripsikan hubungan psikologi Pendidikan
Agama Kristen
i Indikator:
a. Mendiskripsikan hubungan teologp I
1 merencanakan pendekateTH
1 merencanakan pendekateTH
I keterikatan
psikotog'i dengan teotoqj tiatam ftnriAs
Kristen
Menyoal hubungan psikologi dengan
Kekristenan,ada hal pnsip yang pada tahap awal yang dapat dicermati dari
pemikiran Thomas H. Groome. Ia berpendapat bahwa, "Teologi Kristen, dalam
arti yang pafng teknis dan tepat, adalah bidang studi yang mengaitikulasitan
pengertian makna Allah dalam kehidupan kita befdasarkan penyeidkan yang
sistematis dan teliti baik terhadap tradsi man Kristen maupun pengalaman yang
hidup dari orang-orang.'
Teologi
berurusan dengan bagaimana
membangun manusia mengenal jati dirinya dan bertidak dalam jati dirinya yang
benar dalam perspektif Firman Tuhan, dan psikologi rnemainkan peranan dalam
mengupayakan pendekatan yang tepat bagi setiap keberadaan dan kebutuhan manusia
menyangkut reafta indhnduaflasnya yang unik.
Nilai-Nilai
Hubungan Psikologi dengan Teologi; Pendekatan yang Tepat
Pazmino melihat bahwa, penggabungan
pandangan Pendidikan Kristen dengan psikologi merupakan hal yang penting karena
beberapa alasan. Pertama, pendidikan, sebape umumnya diyakini dan dipraktekan
di abad ke-20, sangat berg; kepada psikologi dengan berbagai teorinya,
temuan-temuan penelitiannya, dan prakteknya. Kedua, terdapat keberagaman didalam
psikologi yang meliputi behavioral, psikoanalisis, kognitif perkembangan,
gestalt, humanistik, sosial, psikologi transformational. Ketiga, orang Kristen
diperhadapkan dengan kebutuhan untuk berpikir kristiani tentang psikologi
secara urrv dan/atau mengembangkan suatu psikologi Kristen untuk rnernt
pemikiran dan praktek pendidikan seseorang. mencari kemungkinan-kemungkinai
dapat dibangun hubungan dengan psikologi dengan memaki perspektif teologi dan
pandangan iman Kriten tentang otorite tunggalnya. Pazmino menilai pendekatan
keempat ini sebac pendekatan yang dipakai Augustin, yaitu penggabungan yan
mengarah kepada pencarian kebenaran di semua area pecarian, termasuk psikologi
dalam hubungan dengan kebenaran-kebenaran di dalam kebenaran Allah.
Berdasarkan penyajian di atas, dalam kajian teologi dan psikologi,
khususnya dalam hal praktika, dapat memperhatikan disiplin masing-masing dengan
pemahaman — pemahaman tentang person dalam hal ini para pelaku perilaku baik itu pendidik,
bahkan peserta didik yang sasaran pend ic
tersebut.
Berdasarkan
pendekatan Brock, ada beberapa perillaku dicatatkannya sebagai upaya melihat
persentuhan apa yan| dibangun dari hubungan teologi dan psikologi tersebut.
Pendidikan Lebih diutamakan daripada Teologi
Dalam pendekatan ini, teologi dianggap hanya sampingan, yaitu sebagai
"isi" yang dicolokkan ke dalam proses pendidikan. Manusia belajar
dengan cara tertentu, tidak peduli apa yang mereka pelajari. Jadi tugas adalah
dengan menggunakan praktek-praktek
pendidikan terbaik untuk mengajarkan berbagai dimensi teologi dan praktik
keagamaan. Dalam pendidikan Kristen, pendekatan ilmu sosial seperti yang
dianjurkan oleh James Michael Lee (dan Iain-Iain) adalah perwakilan dari
pendekatan inj. Dalam studi tentang filsafat agama, karya William James, Varieties of Religious Experience di mana ia mengkuantifikasi pengalaman religius (dalam istilah ilmiah)
adalah perwakilan dari pendekatan ini.
"Melakukan Teologi" atau berteologi adalah pendidikan
Kristen dalam arti memungkinkan orang untuk merefleksikan pengalaman mereka saat ini dan perspektif dalam terang iman Kristen dan penyataan. Dengan cara ini, berteologi sama dengan pendidikan Kristen.
Kristen dalam arti memungkinkan orang untuk merefleksikan pengalaman mereka saat ini dan perspektif dalam terang iman Kristen dan penyataan. Dengan cara ini, berteologi sama dengan pendidikan Kristen.
Teologi dan Pendidikan adalah disiplin ilmu yang terpisah yang dapat
bergerak bersama dan secara kolegial bergerak dalam kemajuan Kerajaan Allah,
kedua dapat benar-benar tidak berhubungan (sengaja atau tidak sadar) Seperti
yang dipraktekkan di jemaat lokal, ada sedikit koneksi yang disengaja antara teologi
(dalam definisi apa pun) dan praktik pendidikan. Tidak ada cukup upaya untuk
memastikan bahwa keduanya berhubungan atau konsisten. Setiap siswa harus
memahami posisi masing-masing. Selanjutnya, setiap siswa harus mampu
mengidentifikasi atau pribadinya posisinya dalam kerangka ini. Akhirnya, setiap
siswa larus mampu menilai posisi posisi tersebut yang memberikan andasan bagi
pelayanan pendidikan Kristen atau bagi jemaatnya.
Brock mengemukakan empat fondasi dasar-dasar tologi pendidikan Kristen
dalam kontek kaum Injili yang dapat dijadikan jerspektif memahami hubungan
antara teologi dan psikologi. Brock nenegaskan bahwa di dalam konteks kaum
konservatif dan kaum evangelical, keempat posisi teologia tersebut berfungsi
sebagai jspek-aspek dasar dari pelayanan pendidikan Kristen.
Hakikat Dasar Manusia Sehubungan Dengan Psikologi Pendidikan
Sifat
Manusia yang kompleks
Setidaknya ada
tiga jenis karakteristik yang dapat digunakan untuk menggambarkan seseorang
sebagaimana yang dideskripsikan oleh Brock, yaitu:
- Kualitas Universal manusia
-
Group-
kualitas spesifik.Keunikan Kualitas IndividuHal-hal yang membuat manusia istimewa.
-
Perspektif
tentang Manusia
6
PERBEDAAN-PERBEDAAN INDIVIDU DAN
PENGEMBANGAN KARAKTER KRISTIANI
Kompetensi
|
Mendiskripsikan Perbedaan-perbedaan Individu
serta keterkaitan antara teori-teori kepribadian dan pengembangan karkater di
dalam perbedaan-perbedaan individu
|
Indikator
|
1. Mengidentifikasi perbedaan-perbedaan individu
2. Menjabarkan pengertian Kepribadian, dan temperamen
3. Membangun kekuatan Karakter Murid-murid Kristen
|
Perspektif Kristen Memandang
Perbedaan tersebut
Perbedaan Jasmani
Mengutip Leon Marsh, Saragi melihat bahwa perbedaan jenis kelamin
mempengaruhi pola kemampuan, kepribadian, serta pola perlakuan pendidik atau
sekolah kepada anak didik. Melihat perbedaan jenis kelamin yang digolongkan
secara fisik, Saragi mendasarkannya pada Kej. 1:26, yang secara implisit
mencatat bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan Sarna dengan gambar dan rupa
Allah Namun, kesamaan penciptaan tersebut tidak meniadakan keberbedaan dalam
kemampuan menurut jenis kelaminnya. Dalam art! ini ada upaya dari penulis untuk
memahami bahwa perbedaan jenis kelamin dalam penciptaan sebagai laki-laki dan
sebagai perempuan tersebut sama sekali tidak berart. ada indikasi memiliki kemampuan
lebih dari yang lain. Tetapi. satu dengan yang lain diberikan perbedaan
kemampuan sesuai dengan jenis kelaminnya dengan tujuan untuk saling
memperlengkapi satu dengan lainnya.'"
Dalam mengungkap hal yang nyata dari perbedaan jenis kelamin terhadap
penentuan sikap dan perilaku, Saragi mendasarkan pemahamannya pada apa yang
dikatakan Leon Marsh bahwa perbedaan itu memang terjadi di antara pelajar
laki-lak. dan perempuan Surveinya membuktikan bahwa rata-rata anak didik
berjenis kelamin perempuan mengalami prestasi yang cukup baik sejak tingkat
sekolah dasar namun sedikit demi sedikit mulai berkurang prestasinya hingga di
sekolah tingkat atas. Fakta lain, banyak anak didik berjenis kelamin laki-laki
tidak suka membaca. Banyak diantara mereka yang kurang berprestasi dan memiliki
masalah dalam kedisiplinan, sehingga tidak sedikit dari pelajar laki-laki
mengalami drop out dari sekolahnya. Tetap. pelajar laki-laki mulai lerlihat berprestasi di
level sekolah tinggi.
Perbedaan spiritual
Dalam memaknai anak didik dalam perbedaan spiriti Saragi
memaknainya pada akar kata Latin dari "spiritualitas'l yaitu yang
diartikan sebagai hubungan transendentif seseorJ dengan sesuatu yang lain yang
lebih besar dari orang terset| spiritualitas sering digunakan sebagai gambaran
"membute atau "nafas hidup. Mengutip Roy L. Crane, Saragi, mengatakan
bahwa dalam Kekristenan, spiritualitas diawali dengan perinf bahwa orang
Kristen harus "lahir baru". Ada suatu paralelisrt "lahir
baru" secara spiritual dengan lahir secara fisik. Ini mengasumsikan bahwa
setelah kelahiran, maka ada perturrl Dalam PB, ada lima kata dalam bahasa Yunani
yang digunaj untuk spiritualitas, yaitu: nepios, paidon, teknon, huios., dan
Perbedaan Kecerdasan (Intelligence)
Kecenderungan sekolah-sekolah masa kini
adalah mengadakan tes kecerdasan kepada calon murid-murid. Kebiasaan ini
terjadi karena munculnya konsep tes kecerdasan diperlukan untuk mengukur atau
mengetahui kapasitas anak didik untuk belajar, juga kemampuannya untuk
beradaptasi dengan tugas-tugas yang akan dikerjakan. Kecerdasan memiliki
beberapa pengertian, yaitu:
- Kemampuan untuk berpikir ide-ide
abstrak;
- Kemampuan untuk berpikir secara
komprehensif dan kritis;
- Kekuatan berespon terhadap pandangan
atau fakta yang benar;
- Kapasitas untuk belajar dan
mengkonkritkan pemikiran yang abstrak;
- Kemampuan untuk menyelesaikan masalah
dan berelasi.172 Carles Spearman, seorang psikolog menemukan bahwa manusia
memiliki kecerdasan majemuk. la menemukan sedikitnya ada tiga belas kecerdasan
majemuk yang dimiliki manusia, namun baru tujuh kecerdasan yang terdeteksi
olehnya.
Teori Spearman ini kemudian dikembangkan
oleh Daniel Goldman dengan teori kecerdasan majemuk yang mulai dipropagandakan
di Indonesia pada awal tahun 2000. Kecerdasan majemuk menurut teori Spearman,
meliputi:
1)
|
Kecerdasan angka;
|
2)
|
Daya ingat;
|
3)
|
Kecerdasan verbal;
|
4)
|
Kecerdasan visualisasi ruang;
|
5)
|
Kecerdasan menemukan teori atau mendapatkan
kesimpulan
|
dari kumpulan data-data;
|
|
6)
|
Kecerdasan mempersepsikan sesuatu;
|
7)
|
Kecerdasan dalam menyelesaikan masalah.
|
7
TEORI-TEORI BELAJAR DAN APLIKASINYA DALAM
PAK
Kompetensi
|
Menganalisis
teori-teori belajar dan aplikasinya dalam Pendidikai Agama Kristen
|
Indikator
|
1.
Mendeiskripsikan hakekat
belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar, tujuan serta motivasi
dalam belajar
2.
Menguraikan teori-teori
belajar dan aplikasinya dalam pendidikan
|
Hakekat Belajar
Berhasil tidaknya pencapaian
tujuan pendidikan bany: bergantung kepada proses belajar yang dialami siswa
sebagai peserta didik. Adapun proses belajar yang dilakukan seseorang,
tergantuny dari pandangannya tentang aktivitas belajar. Ada orang yang
berpandangan bahwa belajar adalah suatu kegiatan menghafe. Inktn, sehingga
seseorang sudah merasa puas bila mampu msnghafal sejumlah fakta di luar kepala.
Ada pula yang berpandangan bahwa belajar adalah suatu aktivitas latihan, iintuk
memperoleh kemajuan, seseorang melatih diri dengan borbagai aspek tingkah laku
meskipun tidak memiliki pengett mongenai arti, hakekat, dan tujuan ketrampilan
tersebut. Lain, sesungguhnya yang dimaksud dengan belajar?
Menurut Slameto (1995), belajar
merupakan suatu proses ptft s.iiiu porubahan tingkah laku scbagai hasil
intcraksi dengan lingkungan memenuhi kebutuhan hidupnya. Santrock dan Yussen (1994-mendefinisikan belajar sebagai perubahan yang relatif
bersifg pnnnanen karena adanya pengalaman. Reber (1988) mendef, bolajar dalam 2
pengertian.
Pertama, belajar sebagai proses memperoleh pengetahuan. Kedua,
belajar sebagai perubahan kemampuan langgeng sebagai hasil latihan yang
diperkuat. Adapun ciri-ciri perubahan
tingkah laku adalah:
- Perubahan terjadi secara sadaIni berarti bahwa
seseorang yang belajar akan menyacj, l»n|M(liiiya perubahan itu atau sekurang-kurangnya ia merasakj
lelah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya misalnya monyndnii
pengetahuannya bertambah. Olch karena itu, peruh tingkah laku yang
terjadi karena mabuk atau dalam keadaan ti< NMilai lidak tormasuk dalam pengertian belajar.
- Perubahan bersifat kontinu dan fungsional
- Perubahan bersifat positif dan aktif
Muhibbin syah (1997) membagi
faktor-faktor yang mempengaruhi belajar menjadi 3 macam, yaitu: 1) faktor internal, yang
meliputi keadaan jasmani dan rohani siswa, 2) faktor
eksternal yang merupakan kondisi lingkungan di sekitar siswa, dan
3) faktor pendekatan belajar yang
merupakan jenis upaya belajar siswa ya meliputi strategi dan metode yang
digunakan siswa untuk melakukan kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran.
Ditinjau dari faktor pendekatan
belajar, terdapat 3 bentuk dasar pendekatan belajar siswa menurut hasil
penelitian Biggs (1991), yaitu :
-
Pendekatan surface (permukaan/bersifat
lahiriah). Yaitu kecenderungan belajar siswa karena adanya dorongan dari li (ekstrinsik),
misalnya mau belajar karena takut tidak lulus ujiai i sehingga dimarahi orang
tua. Oleh karena itu gaya belajarny santai, asal hafal, dan tidak mementingkan
pemahaman yang mendalam.
-
Pendekatan deep (mendalam).
Yaitu kecenderungan belajar sh. karena adanya dorongan dari dalam (intrinsik),
misalnya mau belajar karena memang tertarik pada materi dan merasa
membutuhkannya. Oleh karena itu gaya belajarnya serius dan berusaha memahami
materi secara mendalam serta memikirkan cara menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari.
-
Pendekatan achieving (pencapaian
prestasi tinggi). Yaitu kecenderungan belajar siswa karena adanya dorongan
untuk mewujudkan ego enhancement yaitu
ambisi pribadi yang besai dalam meningkatkan prestasi keakuan dirinya dengan
cara meraih prestasi setinggi-tingginya. Gaya belajar siswa ini lebih serius
daripada siswa yang menggunakan pendekatan belajar lainnya. Terdapat
ketrampilan belajar yang baik dalam arti memiliki kemampuan tinggi dalam
mengatur ruang kerja, membagi waktu dan menggunakannya secara efisien, serta
memiliki ketrampilan tinggi dalam penelaahan silabus. Di samping itu siswa
dengan pendekatan ini juga sangat disiplin, rapi, sistematis, memiliki
perencanaan ke depan (plans ahead), dan
memiliki dorongan berkompetisi tinggi secara positif.
Tujuan Belajar
Tujuan belajar sangat penting dalam proses pembelajarai bagi guru
maupun bagi siswa. Siswa adalah subjekyang terli be dalam proses pembelajaran. Dalam kegiatan
tersebut siswa mengalami proses pembelajaran dan merespon dengan perils
belajar. Pada umumnya siswa belum menyadari pentingnya. Berkat informasi guru
tentang sasaran belajar atau tujuan bela maka siswa mengetahui apa dan arti
bahan belajar baginya. Tujuan belajar yang ditetapkan oleh guru biasanya
merupakan pandu^ guru untuk memilih, memberi tekanan atau melampaui materi
pelajaran dan aktivitas dalam mempersiapkan pelajaran dan pengajaran baik di
kelas maupun di lapangan.
Ralph Tyler (dalam de Cecco dkk, 1977) memberikan 3 alasan penting tujuan belajar yang
ditetapkan dalam tujuan instruksional, yaitu :
-
Memberikan
panduan dalam merencanakan pembelaja apa yang diharapkan akan dicapai murid
setelah pembelajaran selesai.
-
Berguna
dalam pengukuran prestasi belajar.
-
Siswa
mengetahui sebelumnya apa yang harus dipelaji dalam satu unit pelajaran,
sehingga selanjutnya ia dap^ mengarahkan perhatian dan usahanya.
Ingatan dan Lupa
Seringkali dalam belajar, apa yang kita pelajari dengan jjustru sukar
sekali diingat kembali dan mudah terlupakan. Seb; ttidak sedikit pengalaman dan
pelajaran yang kita tekuni sepintj nmudah melekat dalam ingatan.
Lupa atau forgetting ialah hilangnya kemampuan untuk nmenyebut atau memproduksi kembali
apa-apa yang sebelumn tttelah kita pelajari. Secara sederhana Gulo (1982) dan
Reber ( nmendefinisikan lupa sebagai ketidakmampuan mengenal atau rmengingat
sesuatu yang pernah dipelajari atau dialami. Dengs cdemikian, menurut
Muhibinsyah (1997) lupa bukanlah peristiw; milangnya item informasi dan
pengetahuan dari akal kita.
Motivasi Belajar
Motivasi belajar memegang peran yang sangat per iti
dalam pencapaian prestasi belajar. Motivasi menurut Wlodkov (dalam Prasetya dkk
1985) merupakan suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku
tertentu dan yang arah dan ketahanan pada tingkah laku tersebut. Motivasi be la
tinggi tercermin dari ketekunan yang tidak mudah patah untuk menuapai sukses meskipun dihadang oleh berbagai
kesulitstn
Biggs dan Telter (dalam Dimyati dkk, 1994) menyata
bahwa pada dasarnya siswa memiliki bermacam-macam dalam belajar. Macam-macam motivasi
tersebut dapat dibecla menjadi 4 golongan, yaitu : 1) motivasi instrumental, 2)
motiA/a sosial, 3) motivasi berprestasi, dan 4) motivasi
intrinsik.
Motivasi instrumental berarti bahwa siswa belajar Kat
didorong oleh adanya hadiah atau menghindari hukuman. N/lol sosial berarti
bahwa siswa belajar untuk penyelenggaraan tug dalam hal ini keterlibatan siswa
pada tugas menonjol. Motives berprestasi berarti bahwa siswa belajar untuk
meraih prestasi keberhasilan yang telah ditetapkannya. Motivasi intrinsik berai
bahwa siswa belajar karena keinginannya sendiri.
Motivasi yang tinggi dapat menggiatkan aktivitas bel;
siswa. Motivasi tinggi dapat ditemukan dalam sifat perilaku sis antara lain :
- Adanya kualitas keterlibatan siswa dalam belajar yang t
tinggi.
- Adanya perasaan dan keterlibatan afektif siswa yang 1
dalam belajar.
- Adanya upaya siswa untuk senantiasa memelihara atai
menjaga agar senantiasa memiliki motivasi belajar ting Dari berbagai teori
motivasi yang berkembang.
TeoriBelaiar Behavioristik
Menurut
Soekamto (1995) manusia
sangat dipengaruhi oleh kejadian di dafam lingjoingannya, yang akan memberikan
pengalaman-pengalaman tertentu kepadanya. Belajar merupakan
perubahanh'ngkahlakiiyan9 terjadi berdasarkan paradigma S-R (Stimulus -Respon).
Dengan ka(a lain, belajar merupakan
perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya jnteraksi antara stimulus dengan
respons. Adapun akibat adanya inWaksi antara stimulus dengan respons,
siswamempunyai pergalaman baru, yang menyebabkan mereka mengidakan tingkah laku
dengan cara yang baru.
Menurut Sumadi Suryabrata (1983),
ciri-ciri teori belajar behavoristik, sebagai berikut :
- Mementingkanpengaruh lingkungan
(environmentalistik),
- Mementingkan bagian-bagian
(elementalistik),
- Mementingkan peranan reaksi,
- Mengntamakan rnekanisme terbentuknya
hasil belajar,
- Mementingkan set>ab_sebab di waktu
yang lalu,
- Mementingkan peinbentukan kebiasaan, dan
Teori Belajar Humanistik
Menurut teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan
manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar telah memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan kata lain, si pelajar dalam proses
belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri
dengan sebaik baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar
dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya Tujuan utama
para pendidik ialah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu
membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai
manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada pada
diri mereka. Tokoh penting dalam teori belajar humanistik secara teoritik
adalah Arthur Combs, Abraham Maslow, dan Carl Rogers.
Combs dan kawan-kawan menyatakan apabila kita ingin memahami perilaku orang
kita harus mencoba memahami dunia persepsi orang tersebut sehingga apabila kita
ingin merubah peri'aku seseorang, kita harus berusaha mengubah keyakinan atau
pandangan orang itu. Perilaku dalamlah yang membedakan seseorang dari yang
lain.
Combs dan kawan-kawan
selanjutnya mengatakan bahwa perilaku buruk itu sesungguhnya tak lain hanyalah
dari ketidakmauan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikari
kepuasan baginya. Apabila seorang guru mengeluh bahwa siswa /a tidak mempunyai
motivasi untuk melakukan sesuatu yang dikehendaki oleh guru itu, bisa jadi
apabila guru itu memberikari aktivitas yang lain, siswa akan memberikan reaksi
yang positif.
8
MENGOPTIMALKAN
KECERDASAN MAJEMUK
DALAM
PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN
Kompetensi
|
Mengidentifikasi tipikal
kecerdasan Majemuk peserta didik dan implikasinya dalam PAK
|
Indikator
|
1.
Mendiskrlpsikan keberadaan
peserta didik dalam potensi pengembangan kecerdasan majemuk
2.
Mempolakan implikasi
kecerdasan majemuk dalam
3. Menguraikan
prinsip-prinsip
dasar Kecerdasan Majemukpembelajaran PAK
|
Pendahuluan
Pengertian
Multiple Intelegence
Nama Howard Gardner tidak terlalu sulit ditemukan dalam jajaran
penulis-penulis kontemporer Apalagi bagi orang yang berminat memahami manusia
sebagai makhluk yang cerdas. Manusia sebagai struktur utuh yang bisa
menampilkan keunikar dirinya. Mengapa eksistensi manusia sebagai makhluk
berpikir \ tentunya memiliki keunikan tersendiri dibandmgkan dengan makhluk-makhluk
lainnya, selalu menarik untuk dibicarakan? Jawaban atas pertanyaan-perlanyaan
seperti ini tentunya tidak saja ditemukar dalam teori Gardner: para filsuf
pendidikan serta pakar di bidan; psikologi pasti sudah lebih dulu membedah
manusia sebagai makhluk cerdas yang unik.
Namun paling tidak Gardner telah membuat semacam skema Multiple
Intellegence yang dapat memberikan landasan kuat unt
mengidentifikasi dan mengembangkan spektrum kemampuan yang luas dalam diri
setiap anak. Kemampuan setiap merupakan
kecerdasan itu sendiri: artinya: kecerdasan itu tidak hanya sekadar kemampuan
mengingat dan menyerap informasi sebanyak-banyaknya, atau kemampuan
mengoperasikan denga baik hitungan matematis.
Kecerdasan
musikal
Kecerdasan musikal mudah ditemui dalam diri manusia. Ritme denyut
jantung, suara pencernaan makanan merupakan tanda bahwa manusia sebenarnya
sudah dilatih untuk memiliki kecerdasan musikal sejak dari dalam kandungan ibunya.
Orang-orang seperti komposer, konduktor, musisi, penyanyi, stem piano, discjockey, kritikus musik, dan sebagainya, memang memiliki kecerdasan musikal
karena mereka jelas kelihatan kepekaan pada pola tindakan, melodi, ritme, dan
nada. Kecerdasan musikal ini juga mencakup kemampuan meniru suara atau bunyi-bunyian
dengan baik atau bahkan sekadar sebagai penikmat musik. Kecerdasan
musikal bisa ditingkatkan dengan latihan, misalnya dengan mendengarkan dan
merespon bunyi, menikmati bunyi-bunyian dari suara alam dan mempelajarinya,
mengembangkai kemampuan memainkan instrumen musik, dan juga dengan
mengembangkan minat untuk berkarir di bidang musik.
Karena setiap peserta didik potensial memiliki kecerdas musikal, maka
seyogianya di dalam kegiatan belajar-mengajar Sekolah Minggu
aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan sent digiatkan dengan terarah dan
programatik, dengan tujuan untu mengembangkan kecerdasan ini di dalam diri nara
didik. Mere bernyanyi untuk memuji Tuhan, tetapi juga untuk membuat kecerdasan
musikal mereka dirangsang berkembang. Pencipta nyanyian-nyanyian dan pemilihan
lagu-lagu untuk proses belaj mengajar di Sekolah Minggu harus dengan lebih
serius lagi dilaksanakan. Doa-doa yang dinyanyikan perlu sering dilakukc
Anak-anak berkala dilatih bernyanyi bersama, membentuk kel vokal atau koor
anak-anak Sekolah Minggu. Untuk meningkat motivasi mereka melatih kecerdasan
musikal, dapat diadakan
Kecerdasan logika matematik
Bila kecerdasan lingustik dan
musikal bisa didapati dari pengalaman sehari-hari, maka kecerdasan logika
matematika' biasanya hanya tampak dalam diri orang-orang tertentu. Walaupun
demikian, pola-pola matematika sudah kelihatan sejak dini melalui kemampuan
manusia untuk memahami pola-pola pemikiran logis dan abstrak. Kecerdasan logika
matematika mencakup kemampuan menghitung, mengukur, dan mempertimbangkan
proposisi dan hipotesis, serta menyelesaikan operasi-operasi matematis.
Keterampilam mengolah angka dan kemahiran menggunakan ak. I sehat merupakan
bagian dari kecerdasan ini. Latihan untuk mengembangkan kecerdasan ini akan
melahirkan seorang pembelajar analitis dan rasionalistis (analytic and common
sense learner) yang mampu menggunakan rasio untuk menganalisis apa yang
dilihat, diraba, dan dirasakan; serta mencoba menyelesaikan masalah.
Anak kecil mulai bisa memiliki
kecerdasan logika matematika ketika anak itu mulai memisahkan dirinya dari
obyek-obyek yang diamati dan ketika mulai muncul kesadaran dalam dirinya
sendiri untuk mengevaluasi obyek-obyek tersebut. Bahkan seorang tnak yang mengalami
gangguan perkembangan hampir di semua bidang pembelajaran (idiots savants) bisa
juga menunjukkan kecerdasan logika matematika dengan kemampuannya menghitung
obyek-obyek di sekitarnya. Kecerdasan logika matematika bisa dirangsang dengan
pengenalan terhadap konsep waktu, hubungan sebab akibat.
Kecerdasan
spasial
Manusia secara eksistensial hidup dalam ruang dan waktu Kemampuan untuk
memahami dirinya dalam ruang dan waktu itu merupakan bagian dari kecerdasan spasial:n Kecerdasan spasial sangat menekankan kemampuan manusia untuk berpikir
dalam tiga dimensi. Kecerdasan spasial memungkinkan manusia untuk menerjemahkan
apa yang dibayangkannya bahkan memodifikasi imajinasinya itu dalam suatu
dimensi. Di sini manusia mampu menggambarkan keberadaan dirinya sebagai bagian
dari ruang dengan obyek-obyek yang mengitarinya.
Daya imajinasi dan visualisasi merupakan bagian penting dari kecerdasan
spasial. Dalam mengembangkan kecerdasan ini, anak didik diarahkan untuk menjadi
pembelajar imajinatif
{imaginative learner) yang
menekan1 bagaimana naradidik mengungkapkan daya imajinatif seluas-luasnya.
Usaha pengenalan dan penggambaran obyek, serta kemampuan berpikir
tentang relasi-relasi ruang dan kemampuan membayangkan suatu gerakan dalam
konfigurasi tertentu, merupakan aspek-aspek kecerdasan spasial, yang biasanya
dimilik oleh seorang arsitektur, pelaut, pilot, pelatih sepakbola. dan
sebagainya Kemampuan meningkatkan kecerdasan spasial bisa dilakukan sedini
mungkin dengan belajar mengamati benda-benda dalam berbagai bentuk, menemukan
cara-cara untuk keluar dari suatu ruangan hanya dengan membayangkannya,
menggambarkan apa yang dibayangkan, menikmati gambar-gambar abstrak, belajar
dengan menggunakan diagram, menyusun atau menggabungkan bentuk-bentuk bangun
tertentu dan menghasilkan bentuk bangun baru.
Kecerdasan gerak tubuh
Kemampuan manusia untuk menggerakkan alat-alat itu sesuai dengan
fungsinya, bahkan mampu mengolah gerakant yang menarik, merupakan kemampuan
yang dihasilkan oleh kecerdasan gerak fubuh. Kecerdasan gerak tubuh ini dibutuhkan manusia dalam kegiatan
sehari-hari baik untuk berolahraga, bekerja, santai, dan melakukan kegiatan apa
saja
Secara khusus mereka yang berprofesi sebagai atlet, penari, pemain
Kecerdasan gerak tubuh ini menuntut koordinasi antara otak dan tubuh. Ada beberapa cara untuk melatih kecerdasan gerak tubuh
sedini mungkin, yaitu: mengenal lingkungan dan menjelajahinya dengan sentuhan, bermain ketangkasan
peran yang memungkinkan menggunakan gerak ubuh sebagai simbol,
mendemonstrasikan kemampuan mengolah gurak tubuh dalam bentuk tarian, senam,
olahraga, dan lainnya, mengerti dan mengetahui standar hidup yang sehat, serta
menciptakan bentuk-bentuk baru bagi suatu gerakan.
Dengan anggapan bahwa semua manusia yang sehat jasmaninya potensial
memiliki kecerdasan gerak tubuh, maka tepatlah jika dalam kegiatan
belajar-mengajar di Sekolah Minggu aktivitas-aktivitas terarah untuk
meningkatkan kecerdasan ini diberi tempat. Guru-guru Sekolah Minggu dapat
melatih anak-anak menari secara berkala. Atau. membawa mereka dalam posisi
berbaris, keluar dari ruang Sekolah Minggu untuk meninjau dan melihat-lihat
lingkungan sekitar lokasi Sekolah Minggu mereka. Atau, anak-anak diminta untuk
memerankan Daud yang sedang bertempur melawan Goliat, untuk monunjukkan kepada anak-anak
bahwa kalau Tuhan menyertai mereka, mereka akan sanggup untuk melaksanakan
pekerjaan-pekor/aan yang sulit dan berat sekalipun, karena itu mereka tidak
boleh mengeluh jika guru atau orangtua di rumah meminta bantuan mereka untuk
mengerjakan sesuatu. Atau, para peserta didik dibawa beranjangsana ke sebuah
pabrik mainan anak anak; dandi sana mereka diminta untuk melihat-lihat dan
mencatat benda-benda apa saja yang menarik perhatian mereka masing-masing.
Kecerdasan
personal
Manusia
sebagai individu memiliki kecerdasan personal.2'' Kecerdasan
ini terkait dengan bagaimana manusia memahami perasaansuasana hati, keinginan,
serta temperamen orang lain Kecerdasan semacam ini dikategorikan sebagai kecerdasan interpersonal. Manusia sebagai individu, dalam kategori kecerdasan interpersonal,
membangun relasi dengan apa yang ada di luar dirinya, yaitu individu-individu
lainnya, sehingga kecerdasan semacam ini momungkinkan dirinya untuk memiliki
ikatan dan
9
DIAGNOSTIK KESULITAN
BELAJAR DAN PRILAKU BERMASALAH
Kompetensi
|
Menganalisis
keberhasilan pembelajaran PAK melalui upaya diagnosis
kesulitan belajar dan penanganan prilaku bermasalah
|
Indikator
|
1.
Mendiskripsikan
pengertian kesulitan belajar dan prilaku bermasalah
2. Mengidentifikasi latar belakang, gejala dan
manifestasi kesulitan belajar dan perilaku bermasalah
3. Mendeskripsikan upaya-upaya penanganan
perilaku bermasalah dalam perspektif Iman Kristen.
|
Pendahuluan
Kedudukan Diagnostik Kesulitan
Belajar dalam Belajar
Kesulitan belajar yang dialami individu alau siswa yar. belajar dapat
diidentifikasi melalui faktor-faktor yang mempeng proses dan hasil belajar.
Faktor-faktor kesulitan belajar yang bd dari dalam diri siswa sangat terkait
dengan kondisi-kondisi fisic dan psikologisnya ketika belajar sedangkan
faktor-faktor kesuli1 belajar yang berasal dari luar diri siswa banyak yang
bersumbeii kurangnya fasilitas, sebagai salah satu faktor penunjang
keberhasilan aktivitas atau perbuatan belajar.
Ketidakberhasilan dalam proses belajar mengajar untul mencapai suatu
ketuntasan materi tidak dapat dilihat hanya pada satu faktor saja, akan tetapi
banyak faktor yang terlibat dan mempengaruhi dalam proses belajar mengajar.
Faktor yang dipersoalkan adalah: siswa
yang belajar, jenis kesulitan yang dihadapi dan kegiatan-kegiatan dalam proses
belajar. Jadi. Yang terpenting dalam kegiatan proses diagnosis kesulitan
belajar adalah menemukan letak kesulitan belajar dan jenis kesulitan
belajar-dihadapi siswa agar pengajaran perbaikan (learning corrective: dllakukan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Proses belajar merupakan hal yang kompleks, di manas sendiri yang
menentukan terjadi atau tidak terjadinya aktivitas perbuatan belajar. Dalam
kegiatan-kegiatan belajarnya, siswa menghadapi masalah-masaiah secara intern
dan ekstem. Jika tidak dapat mengatasi masalahnya. maka siswa tidak dapat be
dengan baik. Dimyati dan Mudjionc (1994 : 228-235) mengatai Faktor-faktor
intern yang dialami dan dihayati oleh siswa yang , berpengaruh pada proses
belajar adalah sebagai berikut:
1.
|
Sikap
terhadap belajar
|
|
2.
|
Motivasi
belajar
|
|
3.
|
Konsentrasi
belajar
|
|
4.
|
Mengolah
bahan belajar
|
|
5.
|
Menyimpan
perolehan hasil belajar
|
|
6.
|
Menggali
hasil belajar yang tersimpan
|
|
7.
|
Kemampuan
berprestasi atau unjuk hasil kerja
|
|
8.
|
Rasa
percaya diri siswa
|
|
9
|
Inteligensi
dan keberhasilan belajar
|
Prosedur dan Teknik Diagnostik Kesulitan Belajar
Salah satu
tugas lembaga pendidikan formal adalah menciptakan kesempatan yang
seluas-luasnya kepada setiap si untuk mengembangkan dirinya secara optimal
sesuai dengan kemampuan, bakat, minat dan potensi diri yang dimilikinya, dan
sesuai pula dengan lingkungan yang ada. Kenyataan masih jug dijumpai, bahwa ada
sementara siswa yang memperoleh presta hasil belajarnya jauh di bawah ukuran
rata-rata (average) atauyang telah ditetapkan bila
dibandingkan dengan teman-temand kelompoknya. Banyak pula dijumpai sejumlah
siswa, secara pot diharapkan memperoleh hasil yang tinggi, akan tetapi
prestashi biasa-biasa saja, bahkan mungkin lebih rendah dari teman lain ;
potensinya lebih kurang dari dirinya.
Untuk
mengetahui potensi seorang siswa, dapat dilihat d prestasi sebelumnya dengan
melakukan observasi atau akan lei teliti bila digunakan tes psikologis,
misalnya lewat tes inteligensi tes bakat. Apabila ada indikasi, bahwa mereka
mengalami kesul dalam
aktivitas belajarnya, maka mereka membutuhkan bantua secara tepat dan dapat
dilakukan.
Konsep
Dasar Pengajaran Remedial
Pengajaran Remedial, yaitu suatu proses kegiatan
-pelaksanaan program belajarmengajar khusus bersifat individual, diberikan
kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar, yang bersifat mengoreksi (menyembuhkan)
siswa yang mengalami gangguan belajar torsebut sehingga dapat mengikuti proses
belaj; mengajar secara klasikal kembali untuk mencapai prestasi optimal
Jika tidak dilakukan program pengajaran remedial, maka
siswa tersebut secara kumulatif akan semakin ketinggalan dan tidak dapat
mengikuti proses belajar mengajar secara klasikal. Akibatnyp siswa semakin
merasa rendah diri karena rendah prestasi. Ada pula siswa yang rendah prestasi
tidak dapat mengikuti proses belajar mengajar secara klasikal, terus mencari
kompensasi dengan mengganggu suasana kelas, berbuat ramai, melempar teman,
mencari perhatian. Karena itu, guru harus memahami pentingnya pengajaran
remedial dan sanggup melaksanakannya.
Prosedur
Pengajaran Remedial
Dalam pelaksanaannya, pengajaran remedial mengikuti prosedur, sebagai
berikut:
Langkah pertama: Penelaahan Kembali Kasus
Guru menelaah kembali secara lebih dalam tentang siswa yang akan diberi
bantuan. Dari diagnosis kesulitan belajar yang sudat diperoleh lebih dahulu
guru perlu menelaah lebih jauh untuk memperoleh gambaran yang definitif tentang
siswa yang dihadapi.
Langkah kedua: Alternatif Tindakan
Setelah
memperoleh gambaran lengkap tentang siswa, ba direncanakan alternatif tindakan,
sesuai dengan karakterisi kesulitan siswa. Alternatif pilihan tindakan bagi
kasus yang mendapatkan kesulitan di dalam belajar, maka langsung sj melakukan
remedial, dan jika ditemukan kasus yang memi kesulitan belajar dan memiliki
masalah di luar itu, seperti sosial psikologis dan sebagainya, maka sebelum
diremedis kasus harus mendapatkan layanan konseling, layanan psik dan atau
layanan psikoterapis terlebih dahulu.
Alternatif
tindakan ini dapat berupa:
Mengulang
bahan yang telah diberikan dan diberi petunj petunjuk:
-
Memahami
istilah-istilah kunci/pokok yang ada dalam tugas
-
Memberi
tanda bagian-bagian penting yang merupakan kelemahan siswa.
-
Membuat
pertanyaan-pertanyaan untuk mengarahkan siswa
-
Memberi
dorongan dan semangat belajar.
-
Menyediakan
bahan-bahan lain untuk mempermudah.
-
Mendiskusikan
kesulitan-kesulitan siswa.
-
Memberi
kegiatan lain yang setara dengan kegiatan bek mengajar yang sudah ditempuh.
Disini dimaksudkan untuk memperkaya bahan yang telah diberikan kepada siswa,
misalnya:
-
Kegiatan
apa yang harus dikerjakan siswa.
-
Bahan apa
yang dapat menunjang kegiatan yang sedarv dilakukan.
-
Bagian mana
yang harus mendapat penekanan.
-
Pertanyaan
apa yang diajukan untuk memusatkan pada masalah.
-
Cara yang
baik untuk menguasai bahan.
Tindakan
yang berupa referal
Jika
kesulitan belajar disebabkan oleh faktor sosi pribadi, psikologis yang di luar
jangkauan guru, maka guru melakukan alih tangan
kepada ahli lain, misalnya: konselor psikolog, terapis, psikiater, sosiolog,
dan sebagainya.
Langkah
ketiga: Evaluasi Pengajaran Remedial
Pada akhir
pengajaran remedial perlu dilakukan evaluasi. seberapa pengajaran remedial
tersebut meningkatkan prestasi belajar. Tujuannya untuk mencapai tingkat
kebehasilan 75% menguasai
bahan. Jika belum berhasil, kemudian dilakukan diagnosis kembali, prognosis dan
pengajaran remedial berikutnya demikian seterusnya sampai beberapa siklus
hingga tercapai tinykat keberhasilan tersebut.
Pendekatan dan Metode Pengajaran Remedial
Ada tiga
pendekatan pengajaran remedial, yaitu:
1.
Pendekatan
Pencegahan {preventive approach)
Sebelum proses belajar mengajar dimulai guru seharusnya berusaha dengan
berbagai cara untuk mengetahui kondisi awal para siswa, dan memprediksi
beberapa siswa yang mungkin akat mengalami kesulitan. Dengan demikian, guru
dapat mencegah kesulitan berkembang secara berlarut-larut dengan menggunakan
multi media, multi metode, alat peraga yang lengkap dan gaya mengajar yang
menarik dalam proses belajar mengajar.
2.
Pendekatan Penyembuhan (curative approach)
Pendekatan ini diberikan terhadap siswa yang nyata-nyata telah
mengalami kesulitan dalam mengikuti proses belajar mengajar. Gejalanya,
prestasi belajar sangat rendah dibandingkan dengan kriteria, misalnya 75% penguasaan bahan.
3.
Pendekatan
Perkembangan (developmental approach)
Guru dituntut senantiasa mengikuti perkembangan siswa secara
sistematis. Caranya, guru secara terus menerus memonitor kegiatan siswa selama
proses belajar mengajar. Setiap menemui hambatan,
segera dipecahkan bersama siswa secara terus menerus.
Karakteristik Perilaku
pelajar Bermasalah
Setiap orang
pasti berpotensi bermasalah bahakn menjadi "trouble maker", dalam
pendidikan pun terjadi hal yang sama, setiap guru pasti pernah menghadai
siswa-siswa yang
9
PENGELOLAAN KELAS DAN PENGEMBANGAN AKTIVITAS KELAS
Kompetensi
|
Mengidentifikasi
konsep-konsep
pengelolaan k«la«cfari pembangunan aktivitas dalam kelas
|
Indikator
|
1.
Mendiskripsikan
konsep-konsep
pengelolaan kol
2.
Memetakan
macam-macam permasfahnn yang dihadapi dalam pengelolaan kelas
3.
Memaksimalkan
prinsip-prinsip
pengelolaan kolaB melalui kegiatan kelas yang baik
|
Pendahuluan
Pengelolaan kelas adalah bagian integral dalam proses
pembelajaran. Bahkan ada istilah keberhasilan gun dalam mengajar adalah
keahliannya dalam mengelola kelas. Pengelolaan kelas adalah jantung dari tubuh
pendidikan itu sendiri.
Pandangan ini bersifat otoritatif. Dalam kaitan ini tugas ialah rnenciptakan dan memelihara ketertiban
suasana kelas. Penggunaan disiplin amat diutamakan. Menurut pandangan ini, pengelolaan
kelas dan disiplin kelas dipakai sebagai sinonim. S(t lebih khusus, definisi
pertama ini dapat berbunyi: pengelolaan kie ialah seperangkat kegiatan guru
untuk rnenciptakan dan mernpertahankan ketertiban suasana kelas. Definisi kedua
bertolak belakang dengan definisi pertama diatas, yaitu yang didasarkan atas
pandangan yang bersifat permisif. Pandangan ini menekankan bahwa tugas guru
ialah memaksimaH perwujudan kebebasan siswa. Dalam hal ini guru membantu sisc
untuk merasa bebas melakukan hal yang ingin dilakukannya. BeM sebaliknya
berarti guru menghambat atau menghalangi perkembangan anak secara alamiah.
Definisi kedua: Pengelolaan kelas ialah seperangkat kegiatan guru untuk
memaksimalkan kebebasan siswa. Meskipun kedua pandangan diatas, pandangan
otortatif dan permisif, mempunyai sejumlah pengikut, namun keduanya dianggap
kurang efektif bahkan kuran bertanggungjawab. Pandangan otoritatif adalah
kurang manusian sedangkan pandangan permisif kurang realistik. Definisi ketiga:
Didasarkan pada prinsip-prinsip pengubahan tingkah laku (behavioral
modification). Dalam kaitan ini pengelolaan kelas dipandang sebagai proses
pengubahan tingkah laku siswa. Perair guru ialah mengembangkan dan mengurangi
atau meniadakan tingkah laku yang tidak diinginkan. Secara singkat, guru memban
siswa dalam mempelajari tingkah laku yang tepat melalui penera prinsip-prinsip
yang diambil dari teori penguatan (reinforcement) Definisi yang didasarkan pada
pandangan ini dapat berbunyi: pengelolaan kelas ialah seperangkat kegiatan guru
untuk mengembangkan tingkah laku siswa yang diinginkan dan mengurangi atau
meniadakan tingkah laku yang tidak diinginkan. Definisi keempat:
Memandang pengelolaan kelas sebagai proses penciptaa iklim
sosio-emosional yang positif didalam kelas. Pandangan ini mempunyai anggaran
dasar bahwa kegiatan belajar akan berkembang secara maksimal di dalam kelas yang
bertklim positi yaitu suasana hubungan interpersonal yang baik antafa guru den
siswa dan siswa dengan siswa. Untuk terciptanya suasana seperfl guru memegang
peranan kunci. Dengan demikian peranan guru mengembangkan iklim sosio-emosional
kelas yang positif melalu pertumbuhan hubungan interpersonal yang sehat.
Bertolak
dari anggapan bahwa kelas meufn soaial denqan proses kelompok (group process)
sebagaimana kaitan ini dipakailah anggapan dasar bahwa dalam kaitannya dengan
suatu kelompok. Dencar kehidupan kelas sebagai kelompok dipandang sungguh amat
berarti terhadap kegiatan belajar, meski dianggaap sebagai proses individual.
Peranan pendorong berkembangnya dan berprestasinya sistem kelas.
Definisi yang pluralistic
Pengelolaan kelas lalah
seperangkat kegi menqembangkan tingkah laku siswa yang diinginkan mengurangi atau
meniadakan tingkah laku yang kaku dengan mengembangkan hubungan interpersonal yang
positif. serta mengembangkan dan mempergunakan kelas yang efektif dan produktrf
Macam-Macam masalah dalam Pengelolaan kelas
Pengellolaan kelas berbeda dengan pengelolaan
pembelajaran. Pengelolaan pembelajaran lebih menekankan pada kegiatan
peremcanaan, pelaksanaan, evaluasi dan tindak lajut dalam suatu pembelajaran.
Sedangkan pengelolaan kelas selalu berkaitan dengan upaya-upaya untuk
menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses
belajar, pembinaan, perilaku peserta didik yang menyelewengkan perhatian kelas,
pemberian ganjaran, penyelesaian tugas oleh peserta didik secara tepat waktu,
penetapan norama kelompok yang produktif, didalamnya mencakup pengaturan nornma
(peserta didik) dan fasilitas.
Terdapat dua macam masalah pengelolaan kelas, yaitu -
Masalah Individual :
-
Attention getting behaviors (pola perilaku mencat perhatian).
-
Power seeking behaviors (pola perilaku menunjukkan kekuatan)
- Revemge
seeking behaviors (pola perilaku menunjukkn balas dendam).
- Helpl&ssness
(peragaan
ketidakmampuan). Keempat masalah individual tersebut akan tampakdalan berbagai bentiuk tindakan atau perilaku menyimpang,
yangtida hanya akan rmerugikan dirinya sendiri tetapi juga dapat merugikan
orang lain atau kelompok.
Masalah Kelompok :
- Kelas Hoirang kohesif, karena alasan jenis kelamin, tingkatian
sosial ekonomi, dan sebagainya.
- Penyimpangan dari norma-norma perilaku yang telah
disepalkati sebelumnya.
- Kelas imereaksi secara negatif terhadap salah seorang
anggottanya.
- "Membombong" anggota kelas yang melanggar
norma kelompok.
- Kelompok cenderung mudah dialihkan perhatiannya dai
tugas yang tengah digarap.
- Semamgat kerja rendah atau semacam aksi protes kepade
guru, karena menganggap tugas yang diberikan kurang bermanfaat.
-
Beberapa pendekatan yang dapat dilakukan:
- Behavior - Modification Approach (Behaviorism
Apparoach)
-
Socio-Emotional Climate
Approach)
11
TEORI TEORI MOTIVASI DAN IMPLIKASI DALAM
PAK KOMPETENSI DASAR DAN INDIKATOR
Kompetensi
|
Mendeskripsikan keberadaan motivasi dan implikasinya dalam
lajaran PAK
|
Indikator
|
-
Memformulasi Teori-teori
motivasi
-
Mendiskripslkan Hakikat dan
Kepentingan motivasi
-
Mengidentlfikasi
Variabel-variabel Motivasi
-
Merangkumkan Aspek-aspek
motivasi dari pengajaran Yesus
-
Mempolakan Strategi untuk
memulihkan motivasi atau semangat
|
Pendahuluan
Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi apabila pelaksanaan pendidikan
mengabaikan manfaat penting dari motivasi. Pendidikan dan motivasi harus
berjalan bersama untuk menghasilkan pembelajaran yang efektif dan berdamak
mengubahkan. Kehadiran Peserta didik dalam kelas dibangun oleh berbagai
motivasi, dan motivasi itu juga yang mengarahkannya untuk melakukan segala
sesuatu dalam pembelajaran.
Selanjutnya akan dibahas beberapa hal mendasar tentang teori motivasi
dan penerapannya dalam pendidikan. Pendidikan harus membangun kecerdasan
motivasi para peserta didik. Memang tidak akan ada trik atau strategi yang
paling ampuh untuk membangun kecerdasan motivasi peserta didik. Guru harus
menyadari bahwa kepenuhan hidupnya lah yang sesungguhnya menjadi kunci bagi
terciptanya kekuatan dan kemampuan memotivasi para murid. Hendrick mengatakan
bahwa. guru yang efektif (termasuk juga dalam hal memotivasi) adalah guru yang
memanfaatkan kepenuhan hidupnya sebagai dasar kehidupan pengajarannya, maka
dari itu, seorang guru harus bertumbuh dan memaksimalkan diri setiap hah, jika
tidak maka benar apa yang Hendrick tegaskan bahwa, "If you stop growing today, you stop teaching
tomorrow"."
Teori-Teori Motivasi
Maslow (Robert W Crapps, 1998:161) menyatakan bahwa banyak tulisan
mengenai motivasi selalu menghubung-hubungkannya dengan self-actualization (aktualisasi
diri) dan peak-experience (pengalaman puncak). Handoko memberikan definisi motivasi yaitu suatu
tenaga atau faktor yang terdapat di dalam diri manusia, yang menimbulkan,
menggerakan dan mengorganisasikan tingkah lakunya. Motif sendiri adalah suatu
alasan atau dorongan yang menyebabkan seseorang orang berbuat sesuatu atau
melakukan tindakan atau bersikap tertentu.
Abraham
Maslow (1943,1970) mengemukakan bahwa pada dasarnya semua manusia memiliki
kebutuhan pokok. Ia menunjukkannya dalam 5 tingkatan yang berbentuk piramid.
Memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkat kebutuhan dikenal dengan
sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai
motif psikologis yang lebin kompleks; yang hanya akan penting setelah kebutuhan
dasar terpenuhi.
-
Kebutuhan fisiologis (rasa
lapar, rasa haus, dan sebagai nya)
-
Kebutuhan rasa aman (merasa
aman dan terlindung, jauh dari bahaya)
-
Kebutuhan akan rasa cinta dan
rasa memiliki (berat.l.as.
dengan orang lain, diterima, memiliki)
dengan orang lain, diterima, memiliki)
-
Kebutuhan akan penghargaan
(berprestas., berkompetensi dan mendapatkan dukungan serta pengakuan)
-
Kebutuhan aktualisasi diri
(kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami, dan menjelajahi; kebutuhan,
keteraturan, dan keindahan; kebutuhan aktualisasi diri
mendapatkan kepuasan diri dan menyadari potensinya).
mendapatkan kepuasan diri dan menyadari potensinya).
Clayton Adelberg
Clayton Aldelberg mengetengahkan
teori motivasi Berg yang didasarkan pada kebutuhan manusia akan keberadaan
(exsistence), JUrf]SWn (relatedness), dan pertumbuhan (growth). Teori ini
sedikit kontradiktif dengan teori maslow. Disini Adelberg mngemukakan bahwa
Jika kebutuhan yang lebih tinggi tidak atau belum dapat dipenuhi maka manusia
akan kembali pada gerakk yang fleksibel dari pemenuhan kebutuhan dari waktu
kewaktu dan dari situasi ke situasi.
Kritik Terhadap Teori Motivasi Dalam Pendidikan
Berdasarkan konsep-konsep pokok
dan aliran-aliran motivasi yang dipraktekkan dalam pendidikan yang selama ini
diterapkan di Indonesia (behavioristik dan kognitif), maka ada beberapa kritik
atas konsep-konsep dasar tersebut. ertama- mot'vasi (terutama teori belajar
kognitif) dalam pendidikan lebih banyak menekankan pada proses pembelajaran
(bagaimana seorang peserta didik menyerap pengetahuan secara maksimal).
Walaupun teori ini juga menjadikan lingkungan sebagai salah satu faktor yang
mempengaruhi motivasi belajar, tetapi memposisikannya sebagai faktor eksternal.
Faktor ekonomi telah menjadikan peserta didik (dan orang tua peserta didik) dan
pendidik sebagai faktor internal (determinan) dari pendidikan. anpa melihat
persoalan ekonomi sebagai salah satu faktor yang kuat mempengaruhi keberhasilan
belajar (faktor internal), maka tujuan proses pembelajaran akan sulit sekali
tercapai.
Kedua, apakah benar kebutuhan
manusia itu bersifat bertingkat atau hierarki? Padahal, dalam kenyataan,
berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusakan pemuasannya secara simultan,
meskipun dengan intensitas berbeda-beda. Sebagian bahkan menunjukkan bahwa kebutuhan
manusia bukan berjenjang atau hierarkikal, tetapi merupakan rangkaian. Dalam
perspektif yang demikian, dengan menggunakan klasifikasi Maslow tersebut,
seorang peserta didik dan pendidik yang terlibat dalam proses belajar jika akan
terpaku pada satu motif saja. Sambil memuaskan kebutuhan keamanan dan hargai
diri, seorang peserta didik tetap lemuaskan kebutuhan fisiologis, ingin
dikasihi orang lain, dan aktualisasi diri. Orang yang sudah menikmati keamanan
fisik paling mantap sekalipun, tetap memerlukan makan, pakaian, perumahan,
tetap perlu diakui keberadaannya, tetap |igin berkembang dan diakui, apalagi
pendidik yang dalam segi otonomi masih belum terpenuhi secara tuntas.
12
Pendahuluan
Seperti
diketahui bersama bahwa kemajuan diberbagai bidang saat ini. baik dibidang teknologi juga komunikasi. telah memperhadapkan setiap
orang, baik sebagai pribadi maupun kelompok. sebagai institusi maupun organisasi. untuk saling bekerjasama dan berkompetisi menjadi yang terbaik. Menanggapi kenyataan
tersebut. maka pendidikan pun harus semakin berbenah diri menghadapi segalam macam tugas dan tanggung jawab untuk
membangun mutu pendidikan dan peningkatan kualitas SDM yang ada.
Dikeluarkannya Undang-Undang (UU) No 14/2005 tentang
Guru dan Dosen (Bab 1, Pasal 1) Ayat 2, yang menegaskan bahwa tugas seorang guru dan
dosen tidak sekadar menyampaikan materi pelajaran. "Tugas utamanya adalah
mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan,
teknologi. dan seni melalui pendidikan. penilitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Itu
berarti pola-pola dan model-model yang sudah tidak relevan lagi dengan situasi
dan kondisi pembelajaran sekarang ini haruslah dibangun kembali dengan berbagai
pendekatan yang tepat dan memadai.
Kajian
Psikologi Belajar
Hakekat kejiwaan manusia terwujud dengan adanya
kekuatan-kekuatan serta aktifitas-aktifitas kejiawaan dalam diri manusia, yang
semua itu menghasilkan tingkah laku yang lebih sempurna dari pada makhluk lain.
Tanpa disadari manusia secara tidak" langsung telah melakukan suatu
perubahan dimana perubahan tersebut terbentuk dari tidak bisa menjadi biasa,
tidak tahu menjadi tahu dan seterusnya hingga manusia tersebut menjadi manusia
yang lebih baik. Belajar bukanlah
kegiatan yang hanya berlangsung di dalam kelas saja, tetapi juga berlangsung
dalam kehidupan sehari-hari. Belajar melibatkan segala keberadaan dalam hidup,
sebuah perjumpaan antara teori dan praktek yang menjadi satu di dalam pegalaman
hidup, apakah itu pengalaman yang baik, juga dalam galaman yang merugikan.
Belajar meliputi pembangunan getahuan atnu keterampilan, juga berhubungan
dengan gembangan sikap, tingkah laku, kejiwaan dan perasaan.
Unsur asasi dari belajar selalu melibatkan
adanya perubahan am diri orang yang belajar. Perubahan ifu bisa terjadi dengan
gaja, bisa loblh baik bisa lebih buruk. Pembelajaran yang kualitas menuntut terjadinya perubahan yang
muncul dari galaman mandiri peserta didik dalam interaksi dengan orang lain
dengan lilngkungannya.
Konsep dan makna belajar
Menurut C.T Morgan dalam Introduction
to Psycology (1961) merumuskan belajar sebagai "suatu perubahan yang
relatif menetap tingkah laku sebagai
akibat dari pengalaman yang lalu". Bisa disimpulkan bahwa belajar sangat
erat kaitannya dengan perubahan tingkah laku seseorang. Akan tetapi perubahan yang akan terjadi kamarin
adanya proses-proses belajar tidak dapat takan sebagai belajar. Perubahan
selain belajar antara lain adanya proses fisiologis (missal: sakit) dan
perubahan terjadi adanya proso-proses pematangan (missal : bayi yang mulai at
berjalan).
Pandangan Behavioristik
Menurut pandangan ini (seperti J.B. Watson, E.L.
Thorndike, B.F. Skinner). Belajar adalah perubahan tingkah laku, dengan
seseorang berbuat pada situasi tertentu. Yang dimaksud tingkah disini ialnh
tingkah laku yang dapat diamati (berfikir dan emosi menjadi perhatian dalam
pandangan ini, karena tidak dapat arti secara langsung. Di antara keyakinan
prinsipil yang terdapat pandangan Ini lalah anak lahir tanpa warisan
kecerdasan, perasaan, dan warisan abstrak lainnya. Semua kecakapan setelah
munuruti melakukan kontak dengan lingkungan.
Perubahan terjadi dalam kemampuan seseorang untuk
bertingkah laku dan berbuat dalam situasi tertentu. perubahan dalam tingkah
lauku hanyalah suatu refleksi dari perubahan internal dan tak dapat diukur
tanpa dan diterangkan tanpa melibatkan proses mental, (aspek-aspek yang tidak dapat
diamati seperti pengetahuan. Arti, perasaan, keinginan, kreatiiitas, harapan dan pikiran). Selain dari
pada Itu, dewasa ini para neobehaviorist
memperluas pandangan behavioristik tentang
belajar meliputi aspek-aspek yang tidak dapat diamati secara langsung seperti
harapan-harapan, keinginan, keyakinan, dan pikiran. Salah seorang diantaranya
ialah albert
Bandura (1986)
dengan teori
kognitif sosial-nya yang
menganggap bahwa belajar itu lebih dari sekedar adanya perubahan dalam tingkah
laku yang diamati. Belajar adalah pencapaian pengetahuan dan tingkah laku yang
dapat diamati yang berdasar pad apengetahuan tersebut. Dalam banyak hal teori
ini dapat dianggap sebagai tali penghubung antara aliran behaviorisme dengan
teori kognitif.
Menurut Crow & crow dalam buku Educational Psycology (1958)
menyatakan "Learnig
is acquisition of habits, knowledge, and attitude", belajar adalah memeproleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap.
Belajar dalam pandangan mereka menunjuk adanya perubahan yang progresif dari
tingkah laku.
Pengertian ini menyangkut pada proses yang mempunyai konotasi urutan
langkah atau kemajuan yang mengarah pada suatu sasaran atau tujuan. Any change in any object or organism, particularly a behavioral or
psychological change. (proses
adalah suatu perubahan yang progresif menyangkut tingkah laku atau kejiwaan).
Dari berbagai pendapat dan pandangan mengenai definisi belajar terlepas
dari berbagai macam kelemahan-kelemahan dari masing pandangan dapat disimpulkan
bahwa belajar suatu porses yang terjadi dalam diri seseorang (pandangan
kognitif), tetapi juga menekankan pentingnya perubahan dalam tingkah laku yang
dapat diamati sebagai pertanda bahwa belajar telah berlangsung.
13
KONSEP-KONSEP PEMBELAJARAN DAN APLIKASINYA DALAM PAK
Kompetensi
|
Menganalisa makna
dan kepentingan pembelajaran serta kasinya dalam pendidikan agama Kristen
|
Indikator
|
1.
Mengidentifikasi apa yang dimaksud dengan pembelajaran
2.
Menganallsis Prinsip-prinsip dan pendekatan pembelajara
3.
Mendeskripsikan Sebuah Inspirasi
Strategi dan Metode Mengajar dalam Perspektif Kristiani dalam PAK
4.
Mahasiswa
mampu menjelaskan hakekat pembelajaran, diskripsikan prinsip-prinsip
pembelajaran, mendiskripsikan meto-elajaran, dan menjelaskan sistem serta
pendekatan pembelajan bermuara pada upaya membangun pendekatan kristiani dala
gembangkan pembelajaran yang mengubahkan dalam PAK
|
Belajar yang dilakukan oleh siswa berkaitan
erat dengan usaha pembelajaran yang
dilakukan oleh guru. Peran guru dalam kegiatan pembelajaran sangat penting lebih-lebih bila para
peserta didik kurang menyadari arti pentingnya belajar bagi masa depannya. Pembelajaran merupakan salah satu faktor
yang sangat strategis dalam menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Guru bertugas untuk menyusun
program pembelajaran yang menguntungkan bagi proses belajar peserta didik.
Dewasa ini dalam hal pembelajaran selalu dikaitkan
dengan konstruktivisme. Konstruktivisme menjadi kata kunci dalam hampir setiap
pembicaraan mengenai pembelajaran. Para ahli konstruktivisme menekankan
pentingnya upaya-upaya untuk mengaktifkan struktur kognitif siswa agar dapat
membangun makna dari apa yang dipelajari. Battencourt menyatakan bahwa
konstruktivisme meruapkan salah satu akiran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan
hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan merupakan akibat dari
suatu konstruksi kqgnitif dari kenyataan yang terjadi melalui serangkaian
aktivitas seseorang (peserta didik). Filsafat Konstruktivisme menjadi landasan
bagi banyak strategi pembelajaran, terutama yang dikenal dengan nama student-centered
learning, belajar yang berorientasi pada peserta didik, yang
mengutamakan keaktifan peserta didik dalam mengkonstruksikan pengetahuan
berdasarkan interaksinya dalam pengalaman belajar yang diperoleh dan atau
difasilitasi pendidik.
Proses
belajar yang merupakan proses internal peserta didik adalah sesuatu yang tidak
dapat diamati, namun dapat dipahami oleh guru. Perilaku belajar tersebut
merupakan respon peserta didik terhadap tindak pembelajaran guru. Kaitan antara
belajar dan pembelajaran sangat erat. Guru seyogyanya merancang acara
pembelajaran sesuai dengan fase-fase perkembangan siswa. Di samping itu guru
selalu berusaha untuk melakukan perbaikan pembelajaran secara berkelanjutan,
artinya bahwa proses pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya harus selalu
disesuaikan dengan kemajuan-kemajuan atau perubahan-perubahan yang terjadi.
Cara-cara yang diusulkan untuk terus menerus melakukan perbaikan proses pembelajaran
untuk guru adalah melalui penelitian tindakan kelas. Belajar dan pembelajaran
merupakan dua hal yang
terkait erat. Bila teori belajar menerangkan jaimana terjadinya belajar maka
teori pembelajaran menerangkan jaimana pembelajaran bisa mempermudah terjadinya
belajar .
Lefrancois menyatakan bahwa pembelajaran atau instruction : the arrrangement of the learning situation in such a way
that rning is facilitated. Selanjutnya Gagne melihat dua hal penting tang arrangement of the learning situation yaitu yang melibatkan nagement of learning dan yang melibatkan condition of
learning. Yang pertama menjawab
pertanyaan tentang motivasi, minat evaluasi hasil belajar, dan laporan tentang
hasil.
Pertanyaan ini secara relatif tidak tergantung dari isi
yang dipelajari u syarat yang diperlukan untuk belajar. Pelaksanaan condition of rning melibatkan prosedur yang erat berkaitan dengan isi (content) Menurut Bettencourt (dalam Paulina Pannen dkk, 2001) bagi costruktivisme,
pembelajaran bukanlah kegiatan memindahkan igetahuan dari pendidik kepada
peserta didik melainkan suatu jatan yang memungkinkan peserta didik membangun
sendiri lgetahuannya. Pembelajaran berarti partisipasi pendidik bersama ssrta
didik dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap
kritis, dan mengadakan justifikasi. Jadi nbelajaran adalah bentuk belajar sendiri.
Tugas pendidik adalah membantu peserta didik agar mampu mengkonstruksi
pgetahuannya sesuai dengan situasinya yang konkret.
Pembelajaran pada dasarnya suatu proses kegiatan guru ditujukan
kepada siswa dalam menyampaikan pesan berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan
serta membimbing dan melatih siswa belajar.
Prinsip-prinsip pembelajaran. Menurut Peaget, ada empat
langkah pembelajaran:
Langkah
satu: menentukan topik yang dapat dipelajari oleh snak sendiri. Penentuan
topik tersebut dibimbing dengan beberapa pertanyaan, seperti berikut:
- Pokok bahasan manakah yang cocok untuk eksperimentasi ?
-
Topik manakah yang cocok untuk pemecahan masalah dalam situasi
kelompok ?
- Topik manakah yang dapat disajikan pada tingkat manipulasi
fisik sebelum secara verbal ?
Langkah
dua: memilih atau
mengembangkan aktivitas kelas dengan topik tertentu. Hal ini dibimbing dengan
pertanyaan seperti :
- Apakah aktivitas itu memberi kesempatan untuk
melaksanakan metode eksperimen ?.
melaksanakan metode eksperimen ?.
- Dapatkah kegiatan itu menimbulkan pertanyaan siswa ?.
- Dapatkah siswa membandingkan berbagai cara bernalar dalam
mengikuti kegiatan di kelas ?
- Apakah masalah tersebut merupakan masalah yang tidak dapat
dipecahkan atas dasar pengisyaratan perseptual?.
- Apakah aktivitas itu dapat menghasilkan aktivitas fisik
dan kognitif?
- Dapatkah kegiatan siswa itu memperkaya konstruk yang
sudah dipelajari
Langkah tiga: mengetahui adanya kesempatan bagi guru untuk mengemukakan
pertanyaan yang menunjang proses aemecahan masalah? Bimbingan prtanyaan berupa:
- pertanyaan
lanjut yang memancing berfikir seperti "bagaimana jika"?
- Memperbandingkan materi apakah yang cocok untuk
menimbulkan pertanyaan spontan?
menimbulkan pertanyaan spontan?
Langkah empat: menilai pelaksanaan tiap kegiatan, nemperhatikan
keberhasilan dan melakukan revisi. Bimbingan Pertanyaan seperti:
- Segi kegiatan apakah yang mengahsilkan minat dan keterlibatan
siswa yang besar?
- Segi kegiatan manakah yang tak menarik, dan apakah
alternatifnya ?
- Apakah aktivitas itu memberi peluang untuk mengembangkan
siasat baru untuk penelitian atau meningkatkan siasat yang sudah dipelajari?
- Apakah kegiatan itu dapat dijadikan modal pembelajaran
lebih lanjut?
14
YESUS GURU AGUNG: MODEL PEMBELAJARAN EFEKTIF DAN TRANFORMATIF
Kompetensi
|
Menganaiisis
model pendidikan Yesus sebagai guru
Agung tentang pendidikan PAK yang
efektif tranformatif
|
Indikator
|
1. Mengidentifikasi pemikiran Robert Pazmino, Lois E.
Leba A. Elwood Sanner, J.M. Price; tentang Yesus Guru Agung
2. Memetakan prinsip-prinsip pengajaran Yesus yang berorientasi membangun
pembelajaran yang efektif dan tranformatif
|
Pendahuluan
Menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. tidak harus dimaknai
bahwa Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat tersebut begitu jauh dari kehidupan
manusia sebagai yang transenden yang tidak berkaitan dengan kehidupan manusia
di bumi. Yesus Justru pribadi yang pernah menjalani kehidupan nyata di tengah
dunia ini, la membangun kehidupan yang bersumber dari nilai-nilai kehidupanNya.
la menjangkau kehidupan dengan model hidupNya. la mengajar, mendidik dan
melatih dengan kedekatan hidupNya, la memulihkan kehidupan dengan memberi
kehidupanNya. Semua hal tersebut dijalani Yesus dengan visi mengerjakan
kehendak Bapa di Sorga. Hal yang sungguh menarik ketika membahas Yesus sebagai
Guru Agung adalah penteladanan hidupNya justru sebagai pusat pembelajaran. Dalam Matius 11:28-29, "Marilah
kepadaKu semua yang letih lesu dan berbeban berat Aku akan memberikan kelegaan
kepadamu'\ "Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku
lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan".
Dari ayat tersebut, Matius dalam kapasitasnya sebagai penulis kitab
Injil Matius, sebagai murid Yesus, (band. Mat 9:9; 10:3; Mark 2:14, Luk. 5:27)
dan dalam kedekatannya dengan Yesus sebagai Guru, menyampaikan beberapa hal
yang sangat menarik yang dapat dipelajari dalam kaitan Yesus sebagai Guru Agung
tersebut. Hal pertama, Matius hidup bersama pribadi Yesus sebagai Guru Agung
yang telah memanggilnya dalam kehidupan baru di dalam Yesus (ayat 28) Prinsip
yang terkandung dalam ayat tersebut bersifat general dan dapat dipahami sebagai
panggilan agung pemuridan. Pemanggilan Yesus yang memberi pemulihan dan
kehidupan yang bermakna tersebut adalah prinsip yang sangat Alkitabiah
menyangkut hakikat dasar dari pendidikan Kristen. Karakteristik Pendidikan
Kristen sesungguhnya adalah muara dari pengejawantahan perilaku Yesus di dalam
kehidupan pendidik dan peserta didik. Memahami tulisan Robert W. Pazmino, dalam
bukunya God Our Teacher, Pazmino,
menuliskan bahwa, dalam kehidupan Kristen, Yesus adalah Guru Agung yakni
sebagai teladan dan moderdi mana hidup dan pelayanan-Nya berharga. Hal ini menyangkut:
isi, konteks, dan manusia. Yesus;adalah oontoh mengajar dalam hal konteks, isi,
dan manusia.
Komentar
Posting Komentar