Tafsir Kejadian 1:1,2



## Penciptaan  (Kejadian 1-2).
            Untuk tema penciptaan, mari kita lihat creation ex nihilo dan creation secunda. Creatio ex nihilo berkaitan dengan penciptaan alam semesta sedangkan creation secunda dipahami dalam konteks penciptaan manusia. Selain kedua creatio ini masih ada beberapa creation, yakni:
1. Pro Creatio : kelahiran manusia melalui pernikahan
2. Creatio Tertia : Allah menciptakan diri-Nya menjadi manusia menjadi Juruselamat 
    dunia.
3. Creatio Quartia : Kematian Yesus di kayu salib. Allah menjadikan Yesus sebagai
    Imam   Besar Yang agung dan mati sebagai ganti manusia berdosa.
4. Creatio Pentalania : manusia dijadikan baru oleh Roh Kudus, dikembalikan menjadi
    gambar Allah dan diberikan tugas baru sebagai penatalayan kasih karunia Allah.
6. Creatio nihil fit : dari semula tidak terjadi apa-apa


## Creatio ex nihilo
            Creatio ex nihio merupakan istilah latin yang digunakan untuk menggambarkan tentang penciptaan alam semesta oleh Allah, yang ditandai dengan diciptakannyalah alam semesta dan isinya dengan dabar elohim (kecuali manusia). Menarik untuk  menyimak dua istilah yang digunakan dalam tata bahasa Ibrani berkaitan dengan penciptaan. Kata kerja menciptakan dapat ditemui dalam dua istilah Ibrani yakni bara dan asa. Kata kerja bara merujuk pada konsep creatio ex nihilo. Kata kerja ini kemudian diikuti dengan Kata Benda jamak maskulin elohim. Bara elohim menunjukkan bahwa elohim bertindak sebagai sebjek yang mencipta dari tidak ada menjadi ada dengan dabar elohim. Keberadaan objek ditandai oleh eksistensi subjek yang ada terlebih dahulu (Kejadian 1:1). Bersyit bara elohim mengangkat ke permukaan pemahaman manusia tentang kekekalan elohim  yang tak bermula dan tak berakhir. Dalam frase beresyit bara elohim, kata benda jamak maskulin elohim muncul sebagai penentu keberadaan atau eksistensi “objek-objek”. Di sini elohim berada pada poros causa prima. Artinya secara teologis elohim berbeda dengan ciptaan-Nya sehingga menolak pantheisme.
            Sedangkan kata asa yang artinya juga mencipta, dapat ditemui dalam teks Keluaran 20:11 “Dalam waktu enam hari, Aku, TUHAN, membuat bumi, langit, lautan, dan segala yang ada di dalamnya, tetapi pada hari yang ketujuh Aku beristirahat. Itulah sebabnya Aku, TUHAN, memberkati hari Sabat dan mengkhususkannya bagi diri-Ku (BIS). Kata kerja asa memiliki pengertian yang berbeda dengan bara. Di sini kita memang tidak membedakan kedua kata kerja ini. Sebab bukan tanpa alasan kedua kata ini tidak dibedakan. Kedua kata ini apabila dibedakan dan tidak dibedakan sama-sama memiliki imlpikasi teologis dan doctrinal (penciptaan). Implikasi teologis yang muncul bila tidak membedakan kedua kata kerja ini adalah menolak teori kesenjangan sebaliknya bila menyamakan kedua kata kerja ini berarti ada rujukan kepada teori kesenjangan.
Teori kesenjangan menempatkan periode waktu yang panjang  antara Kejadian 1:1 dengan 1:2. Mengenai teori kesenjangan bahwa ada konflik atau kekacauan. Teori ini difokuskan pada frasa “tohu wabohu” di ayat 2 dari kitab Kejadian. Tesis dari teori kesenjangan adalah bahwa frasa “tohu wabohu” terjadi pada waktu kejatuhan Lucifer. Bila mengikuti alur pikir hipotesis dari teori ini maka Kejadian 1: 2 merupakan penciptaan kedua. Langit dan bumi ciptaan pertama telah hancur akibat kejatuhan Lucifer yang menyebabkan khaos. Harus ditolak bahwa allah berperang dengan Lucifer.  Sekalipun demikian bahwa ayat 2 merupakan bukti penataan kembali, toh tetap prinsip cratio ex nihilo masih terjamin.
            Mengenai teori ini,  baiklah kita memulainya dari Kejadian 1. Pasal 1: 1 dari buku Kejadian mencatat bahwa “padamulanya Allah menciptakan langit dan bumi”. Dalam teks Ibrani untuk ayat 1 tidak menggunakan kata sandang “ha”. Teks tidak berbunyi “ha beresyit” melainkan “beresyit“. Maka dalam bahasa Inggris jika diterjemahkan tidak berbunyi “in the beginning” melainkan “in a beginning”. Sehingga tidak diterjemahkan “pada mulanya” melainkan “mulanya”. Ini juga yang diusulkan oleh Gerrit Singgih dalam komentarnya terhadap tulisan Van Wolde. Ini juga bukan berarti ‘permulaan di dalam waktu” tetapi “permulaan waktu”. Allah mengatasi ruang dan waktu. Sebelum penciptaan (juga ayat 1 dari Kej. 1) Allah telah ada. Keber-ada-an Allah tidak dalam keber-ada-an ruang dan waktu. Ia lepas dari ukurun tersebut.  

Memperhatikan teks Kejadian 1:1maka ada beberapa usulan yang dikemukakan oleh  para pakar Perjanjian Lama, yakni :
Pertama, “menganggap ayat 1 sebagai kalimat independen yang merupakan sebuah pernyataan teologis, dan pernyataan ini tidak berhubungan dengan ayat-ayat 2 dan 3: “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi”. Pendapat ini sudah jelas tidak memperhatikan keterkaitan dari ketiga ayat di atas.
Kedua, menganggap ayat 1 sebagai klausa temporal : Pada permulaan penciptaan, ketika Allah menciptakan langit dan bumi”. Dengan demikian pernyataan utama yang pertama berada pada ayat 2: “Bumi tidak berbentuk dan kosong”.
Ketiga, setelah ayat 1 dilihat sebagai clausa temporal, seluruh ayat 2 dapat dilihat sebagai anak kalimat yang menerangkan tentang khaos: “Bumi belum berbentuk dan kosong...dan ada angin besar yang bertiup di atas permukaan air”. Pernyataan utama yang pertama berada pada ayat 3: “Allah berfirman, biarlah ada terang” (disadur dari tulisan Prof. Gerrit Singgih dalam pengguhan guru besarnya di UKDW—19 Januari 2005). Bila memperhatikan pendapat Robert Davidson yang dikutip oleh Gerrit Singgih adalah benar. Sebab memang teks berkata demikian. Ayat 1 berbunyi “padamulanya Allah menciptakan langit dan bumi”. Sedangkan ayat 2 berbunyi sebaliknya “bumi belum berbentuk …”. Kita dapat memahami ayat 1 sebagai teks yang independen, itu bole-boleh saja asalkan tidak memahami lepas dari kesatuan teks dan dalam konsep “creatio ex nihilo”. Kalau memahami ayat 1 sebagai teks independen maka seperti yang dikatakan Davidson bahwa kita harus menganggapnya sebagai klausa temporal sehigga pernyataan utama berada pada ayat 2 “bumi belum berbentuk dan kosong”. Ini akan menekankan tentang ‘chaos atau kekacauan”. Ini juga menghantar kita pada dua pendekatan terhadap teks Kejadian 1:1-2:4a, yakni “memahaminya dalam konsep creatio ex niho atau sebaliknya”. Kalau mengikuti usulan dari Gerrit Singgih dengan terjemahan “in a begining----semula, ketika Allah menciptakan langit dan bumi—Kej. 1:1” maka kemungkinan besar konsep creatio ex nihilo harus kita lupakan dengan memfokuskan penelitian kita pada ayat 2 “bumi belum berbentuk dan kosong”. Artinya menekankan tentang konsep “chaos atau kekacauan”. Namun ada pertanyaan yang  muncul, sama seperti beberapa pakar Perjanjian Lama, yakni siapakah yang menyebabkan adanya chaos? Allah tidak harus berperang dengan kuasa-kuasa lain. Kalaupun ada chaos janganlah kita memikirkannya terpisah dari prinsip creatio ex nihilo.
Gerrit Singgih mengartikan frasa tohu wabohu  sebagai “padang belantara “ (dalam orasi ilmiah pengukuhan guru besar---19 Januari 2005). Sebuah argumentasi yang cukup menolong kita untuk memahami chaos atau frasa tohu wabohu.
Untuk memahai hal ini referensi ke dalam Kej 1 harus dibedakan dari bagian-bagian lain dari Perjanjian Lama yang mengemukakan mengenai kekuatan-kekuatan alam yang dipersonifikasikan sebagai monster, seperti Rahab dan Lewiatan. Di sini alam bersifat tenang dan pasif. Allah tidak usah berperang melawan kuasa-kuasa ini dalam sebuah pertempuran. Memang betul alam di sini tidak dinampakkan sebagai bergolak (kecuali kalau kita menerima bahwa samudera raya normalnya bergolak seperti versi TB-BIS dan ruakh elohim sebagai angin ribut bukan angin sepoi-sepoi seperti tafsiran sebagian orang di bawah ini). Namun hal ini tidak menyangkali bahwa tehom (bersama-sama dengan khosyek dan hamayim) termasuk ke dalam khaos oleh karena dalam konteks Kej 1:1-3, unsur-unsur ini tidak merupakan bagian dari karya penciptaan Allah, melainkan mendahului penciptaan. Jadi pemikiran Davidson, van Wolde dan Westermann nampaknya mengikuti alur pemikiran yang demikian : khaos adalah seperti yang digambarkan dalam kisah-kisah Asia Barat Daya kuno dan beberapa bagian dari Perjanjian Lama (yaitu misalnya Mzm 74, 89, 104 dan Yes 51), yaitu kuasa-kuasa kegelapan yang mempunyai kekuatan besar tertentu,[36] dan harus ditaklukkan oleh Allah dalam sebuah pertempuran (Jer: “Chaoskampf”) mengikuti model penciptaan melalui konflik. Tetapi karena di dalam Kej 1 unsur-unsur alam tidak digambarkan seperti itu maka itu bukan khaos, dan dengan demikian terbuka jalan untuk memahami Kej 1 sebagai memuat prinsip creatio-ex-nihilo , kalau tidak secara eksplisit, ya secara implisit. Ketiganya tidak terang-terangan bilang begitu, tetapi dengan menekankan bahwa Kejadian 1 merupakan polemik terhadap pemahaman-pemahaman dunia yang ada di sekitar Israel yang katanya tidak membedakan Pencipta dari penciptaan, nampaknya kesannya memang demikian.
            Sebuah usulan: kalau mau memehami teks ini dalam konsep ‘creatio ex nihilo” maka kita memahaminya sebagai suatu “pernyataan teologis”. Pernyataan itu berbunyi “pada mulanya Allah menciptakan langit---ayat 1”. Ayat 2 merupakan penjelasan dari ayat 1 dan diikuti dengan tahapan-tahapan penciptaan. Alasannya adalah tetap memahaminya dalam kesatuan teks dan konsep  creatio ex nihilo. Dengan demikian maka pernyataan ini tidak hanya berkaitan dengan konsep creatio ex nihilo melainkan pernyataan yang berhubungan dengan “kemahakuasaan Allah dalam mencipta --bara” yakni dari tidak ada menjadi ada. Allah mengatasi segala ciptaan atau alam semesta. Ini juga menepis pandangan “emanasi” juga pandangan “evolusi”. Yang menjadi subjek pada ayat 1 adalah “Allah”, “langit dan bumi” sebagai objek bukan sebaliknya. Dalam konsep creatio ex nihilo kita menolak penggunakan unsur materi. Mencipta dari tidak ada menjadi ada berarti tanpa materi (non material). Yang digunakan Elohim ketika mencipta adalah perkataan Allah atau dabar Elohim. Jadi, justru sebaliknya Elohim menggunakan unsur non material untuk meng-ada-akan unsur materi. Inilah “cratio ex nihilo”. Namun berbeda ketika Elohim menciptakan manusia (cretio secunda).
## Creatio Secunda
            Sekalipun kita tetap mempertahankan konsep creatio ex nihilo. Namun, konsep ini tidak akan kita kenakan pada penciptaan manusia. Sebab dalam proses penciptaan manusia, Elohim menggunakan unsur materi, yakni tanah dan nafas (creation secunda. Bukan berarti ciptaan yang lain lebih tinggi dari manusia. Dan yang menjadikan manusia mulia bukan karena Allah menciptakan manusia dengan tangan-Nya sendiri. Yang membedakannya adalah struktur pada manusia dan ciptaan yang lain. Hal itulah yang menjadikan manusia unik dalam pola penciptaannya.
Penciptaan manusia tidak terjadi secara tiba-tiba. Allah di dalam kemahatahuan-Nya telah merencanakan penciptaan manusia. Sebagai pertimbangan:

Pertama, Allah menggunakan tahapan-tahapan penciptaan, yang di mulai dari penciptaan hari pertama --- terang sampai penciptaan hari keenam --- manusia. 
Kedua, proses penciptaan: proses penciptaan manusia berbeda dengan ciptaan yang lain. Ketiga, unsur yang dipergunakan: Allah menggunakan unsur material dan non- material  saat menciptakan manusia (Adam dan Hawa). Sedangkan pada ciptaan yang lain Allah hanya menggunakan unsur non material (Firman Tuhan: Ber-Firman-lah Allah, jadilah maka … jadi). Ketiga hal di atas menunjukkan bahwa Allah telah merencakannya sebelum penciptaan di mulai atau dasar bumi diletakkan (bdn. Efesus 1:4).
            Pada kejadian 1:26, 28 dan 2:7, bila tidak berhati-hati maka akan terjebak dalam pandangan bahwa “ada dua kali penciptaan”. Sebab di Kejadian 1:26 berkata “baiklah Kita menciptakan manusia menurut gambar dan rupa Kita. Lalu menurut gambar dan rupa Allah diciptakannyalah manusia”. Sedangkan di Kejadian 2:7 disana dikatakan “ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam lubang hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hdidup”. Bagaimana memahami kedua ayat ini?
            Kejadian 1:26,27, di sana tidak ditemui suatu kronologi penciptaan manusia. atau tidak ada urut-urutan atau tahapan-tahapan. Berbeda dengan Kejadian 2:7, penulis kitab Kejadian menghadirkan tahapan penciptaan manusia (bdn. Dengan kronologi penciptaan dari hari pertama hingga hari keenam). Bila membaca kalimat dalam teks Kejadian 1:26  maka teks tersebut lebih condong pada kalimat pernyataan “baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita. …”. Sehingga dapat kita pahami bahwa ada tersirat suatu “musyawarah ilahi”. Atau ada kesepakatan di dalam “diri Allah – Trinitas” tentang “wujud manusia”, di mana wujud manusia harus menggambarkan siapa. Dari teks Kejadian 1:26, ada juga semacam kesepakatan yang dimulai dengan musyawarah sehingga bila membaca Kejadian 1:26, kita temukan suatu kalimat yang mengetengahkan hasil dari suatu musyawarah. Hasil musyawarah itu berbunyi “baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita”. Artinya manusia merupakan penggambaran rupa Allah di dunia. Maka, penciptaan manusia merujuk pada bagaimana diri Allah terpresentasi dalam diri manusia. Ini merupakan arti operasionalitas dari istilah tselem dan demuth.
Kejadian 1:26-27, dengan memahami Kejadian 1:26-27 sebagai suatu musyawarah ilahi, barulah di Kejadian 2:7 ini menghadirkan kronologi penciptaan manusia:
  1. Di teks Kejadian 2:7 dan ayat sebelumnya tidak ada kalimat “Allah mengambil debu tanah”, yang ada adalah “Allah membentuk manusia dari debu tanah…” maka langkah awal tentu Allah mengambil debu tanah kemudian membentuk manusia. Ini merupakan tahapan pertama, di mana Allah membentuk tubuh (materi) manusia.
  2. Langkah kedua, setelah membentuk tubuh dari debu tanah, Kejadian 2:7b berbunyi dan “ (Allah) menghembuskan nafas hidup ke dalam lubang hidungnya.
  3. Langkah ketiga, manusia menjadi makhluk hidup.
Ayat 18, elohim  melihat bahwa semua makhluk hidup berpasang-pasanga, lalu elohim mengambil rusuk dari ha ish – laki-laki itu untuk membangun –banah perempuan – ishsha sehingga ishsha  menjadi ezer neged. Sebelum elohim mengambil rusuk Adam, Elohim membuat Adam tertidur nyenyak – tardema. Dalam kamus Strong tardema diartikan sebagai keadaan seseorang yang tak sadarkan diri atau seperti dibius. Oleh karena perempuan dibangun dari rusuk laki-laki itu, maka ia dipanggil ishsha karena dibangun dari bagian ish.
      Ada perbedaan antara Adam dan Hawa dalam proses keberadaan mereka sebagai manusia. Ada dua kata kerja juga yang digunakan baik untuk Adam maupun Hawa. Penulis memilih menggunakan dua kata yang nantinya akan menggambarkan perangai atau tabiat dari kedua manusia ini. Untuk Adam, penulis kitab menggunakan kata kerja yatzar dan diikuti kata bendak maskulin jamak elohim ( yatzar elohim) – Kejadian 2:7. Sedangkan untuk Hawa, penulis menggunakan kata kerja banah dan diikuti kata benda maskulin jamak elohim (banah elohim) – Kejadian 2:22. Dalam tata bahasa Inggris-pun, kata kerja yatzar diterjemahkan formade dan made. Yatzar diartikan seperti seorang tukang yang mungkin “masih kasar” bila melihat hasil pekerjaannya. Sedangkan banah diartikan seperti seniman yang kemungkinan besar penilaian selalu ditunjukkan pada sisi ártistik’. Dengan demikian maka Adam mewarisi perangai yang kasar, ingin menjadi pahlawan (sang arjuna) sedangkan Hawa mewarisi perangai yang lembut, bukan sebagai pahlawan (dilindungi). Jadi, laki-laki adalah yatzar elohim sedangkan Hawa adalah banah elohim.
Selain itu, elohim mengambil dari adam (ah) tsêlâ  / tsal‛âh untuk membangun 'ishshâh (perempuan). Sebab itu ia dipanggil 'ishshâh karena diambil dari laki-laki. Bukan tidak memiliki makna jika perempuan dipanggil 'ishshâh, bukan hanya untuk menandai bahwa ia diambil dari laki-laki melainkan juga untuk membedakannya dari laki-laki. Karena itu yang mendampingi Adam (satu orang) bukan si Ucup (laki-laki) melainkan Maria (perempuan). Artinya bahwa sejak awal elohim menekankan monogamy  dan menolak polygamy – poliandri serta menolak perkawinan sesama jenis atau homoseksual atau sebaliknya elohim tidak menciptakan Hawa terlebih dahulu dan menempatkan si Iyem disampingnya. Artinya menolak juga lesbian. Dengan demikian maka elohim yang memprakarsai:
1. Penciptaan Adam dan Hawa (2:7,22)
2. Perkawinan Adam dan Hawa (2: 23-24)
3. Monogamy dan menolak poligami  serta poliandri
4. Penolakan homoseksual dan lesbian.

## Tselem dan Demuth.
Kedua istilah ini dalam bahasa Latin disebut imago dan similitude. Kamus Latin –Indonesia mendefinisikan “imago” sebagai ‘gambar, patung, lukisan, potret, atau tjitra’. Dan dapat dibandingkan dengan istilah ‘imago alcs’ artinya gambaran yang mirip dengan deus. Sehingga imago berarti ‘gambaran yang mirip dengan Allah’. Sedangkan kata similitude diambil dari akar kata similes artinya sama, serupa dengan, mirip dengan … sehingga similitude berarti keserupaan dengan. Lalu di mana letak imago alcs atau keserupaan dengan…? Keserupaan itu adalah keserupaan dalam sifat non-moral Allah bukan moral. Ini dapat kita bandingkan dengan Mazmur 8:6 “…Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, …”. Yang membuat manusia tidak sama dengan Allah adalah dalam sifat moral-Nya (Mahakuasa, Mahahadir, Mahakasih, dll), namun yang membuat manusia segambar dengan-Nya adalah. Ada yang menyebutnya bonum superaditum atau anugerah ilahi yang ditambahkan pada sifat manusia yang pokok.


## Debu tanah dan nefes.
Kejadian 2:7 menyebutkan bahwa “Allah menjadikan manusia dari debu tanah kemudian Allah menghembuskan nafas hidup ke dalam lubang hidungnya”.

Dari ayat tersebut seperti yang tampak pada struktur kalimat di atas, maka muncul dua istilah debu tanah dan nafas hidup. Istilah adamah ditempat lain digunakan istilah daging atau basar (Heb) dan sarx (Ger) untuk menyebut tubuh manusia. Meskipun dalam teks muncul kata debu tanah (merujuk pada tubuh), namun kata basar kemudian tidak diterjemahkan tubuh melainkan daging (bedakanlah dengan kata daging yang merujuk pada kata sifat yakni perbuatan duniawi). Millard J. Erickson mengusulkan agar kedua istilah ini merujuk pada arti yang sama sebab Perjanjian Lama telah menyajikan suatu pandangan terpadu mengenai manusia tanpa membedakan antara daging dan tubuh. Dengan demikian debu tanah dan daging adalah tubuh atau badan manusia. Tubuh atau badan merupakan penampakan lahiriah (bedakan dengan perbuatan lahiriah yang sama dengan perbuatan daging) manusia. Manusia haruslah yang “berbadan atau bertubuh” dan memiliki “hidup”.
Dari Kejadian 1-2:1-7, alkitab memberi sangkalan dengan menolak:
                                                                                               
  1. Ateisme yang menyangkal adanya Tuhan
  2. Politeisme yang percaya kepada ilah yang jamak
  3. Fatalisme yang mengajarkan tentang kesemena-menaan dalam segal hal
  4. Evolusi dengan ajaran tentang kontinyuitas ciptaan
  5. Panteisme yang mengajarkan tentang kesamaan Allah dan alam
  6. materialisme yang mengajarkan keabadian dunia materi
Isu: isu yang mencuat dalam tema penciptaan adalah homoseksual dan lesbian; persoalan gender; paham Allah dan penyimpangannya (politheisme, deisme, panteisme, materialisme, dan isme-isme lain disekitar paham Allah).

Komentar

  1. pak kalo boleh tahu kira-kira siapa kah yang menciptakan air itu sebelum langit dan bumi dijadikan menurut kej 1 ????

    BalasHapus
  2. Hai Be.

    Saya tertarik dengan komentar Anda, dalam komentar Anda, Anda membuat satu pertanyaan. Dan pertanyaan Anda, saya akan analisis, semoga dengan hasil analisis ini bisa memberikan pemahaman kepada Anda, sehingga Anda merasa terpuaskan atas jawaban dari pertanyaan Anda. Baik lagsung saja, inilah hasil analisis tersebut:

    1. Frase "Kalo boleh tahu"

    Anda mengawali pertanyaan Anda dengan "Kalo boleh tahu". Ada makna dari frase ini, adapun makna dari frase ini yaitu:
    a.Tidak ada unsur paksaan untuk menjawab pertanyaan Anda.
    b. Anda belum mengenal orang yang Anda tanyai.
    b. Anda membuat pertanyaan sesuai dengan standar pengetahuan yang dimiliki.
    c.Anda sendiri tidak yakin dengan pertanyaan Anda, maksudnya jika Anda sendiri yang menjawab pertanyaan tersebut, Anda akan masih ragu dan ragu, keraguan itu benar atau salah.
    d. Anda ingin mengetahui standar pegetahuan yang Anda tanyai.
    2. Kata "kira-kira siapa".
    Dari frase tersebut, ada makna yang dalam sekali, dan saya yakin makan tersebut tidak pernah terpikirkan oleh Anda. Jadi, apakah makna dari frase "kira-kira siapa"? Berikut ini penjelasan maknanya:
    a. Anda meragukan 1:1
    b. Ada Allah lain.
    c. Air tidak diciptakan oleh Allah.
    d. Air ada dengan sendirinya.

    Kesimpulan analisis: Hai Be, dari hasil pemaparan analisis yang sudah saya buat memberikan indikasi bahwa pertanyaan Anda menjebak dan berpotensi membuat kesalahan. Inilah hasil analisi saya, semoga Anda terpuaskan. GBU

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sosiologi Pendidikan (Ringkasan dari buku Prof. Dr. H. Mahmud, M.Si)

Psikologi Pendidikan Kristen (Sentot Sadono)