Pendidikan dalam Waktu



Pendidikan sama tuanya dengan kesadaran manusia. “Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika banyak filsuf dan para pemikir sejarah yang terkemuka telah memberikan waktu dan perhatian mereka terhadap pendidikan. Plato, Aristoteles, Augustinus, Alcuin, Aquinas, Erasmus, Luther, Calvin, Comenius, Locke, Rousseau, Kant, Pestalozzi, Hegel, Herbart, Marx, Whitehead, dan Dewey seluruhnya menjadi anggota "kuil pendidikan". Namun, sama seperti semua pertanyaan dan usaha besar manusia, pendidikan ternyata belum berhasil menemukan sebuah definisi atau deskripsi yang diterima secara umum.
Kata Latin ducare (dan kata yang memiliki asal yang sama ducere) berarti "menuntun, mengarahkan, atau memimpin" dan awalan e, berarti "ke luar". Maka, berdasarkan asal kata, pendidikan berarti kegiatan "menun­tun ke luar".
Pendidikan dalam waktu menunjukkan suatu proses dalam perjalanan historisitas manusia. Groome membaginya dalam tiga dimensi atau tekanan yang dapat dilihat dalam "menuntun ke luar", yaitu: 1) titik berangkat dari mana, 2) proses masa kini, dan 3) masa depan ke arah mana tuntunan dilaksanakan. Dalam arti ini, pendidikan memiliki dimensi "telah", "sedang direalisasikan", dan "belum sepenuhnya selesai".
Dimensi "telah" menunjukkan apa yang naradidik telah ketahui atau apa yang pendidik telah ketahui, dan naradidik memiliki kemampuan batiniah untuk menggunakannya secara sadar. Gambaran mengenai seorang pemahat patung yang "membentuk" sebuah patung dari ke pingan marmer dapat menolong menjelaskan dimensi ini. Bentuk pa­tung tersebut telah ada dalam batu marmer secara potensial. Pemahat patung mengetahui bentuk patung apa yang seharusnya dibuat dari batu marmer itu dan mengembangkan ke luar kemungkinan yang dimiliki batu marmer dalam dirinya.
Dimensi kedua, "proses masa kini yang sedang direalisasikan", menekankan bukan apa yang telah ada, melainkan apa yang sedang ditemukan oleh naradidik ketika dimensi kedua datang menjumpai nara­didik melebihi batasan-batasan masa kini. Dalam dimensi ini penge­tahuan lebih dijumpai dan ditemukan dalam pengalaman perjalanan daripada ditimbulkan atau dibentuk oleh seseorang yang telah mengeta­hui rancangan pengetahuan.
Dimensi ketiga, "yang belum", menunjuk ke arah mana tuntunan dilaksanakan. Menuntun ke luar adalah kegiatan yang ditujukan ke arah masa depan, ke arah horizon yang melebihi batas-batas masa kini seseorang dan belum direalisasikan. Dimensi masa depan ini adalah sebuah aspek  transenden dari kegiatan pendidikan; dimensi ini memampukan orang-orang mewujudkan melampaui apa yang belum terwujud, tetapi yang kemungkinan besar dapat terwujud.

Manusia, pendidikan dan waktu, “siapa yang mendahului apa” atau “apa yang mendahului siapa”. Begitu manusia terlahir (kalau tidak mau katakan ‘terlempar’) maka manusia bereksistensi. Dalam eksistensinya manusia membuat dan menciptakan berbagai arti dan makna, baik makna-makna yang bersifat imanental maupun yang bersifat transcendental.
            Bila dikatakan pendidikan setua umur manusia maka pendidikan muncul atau ditemukan sebagai hasil kesadaran manusia atas ‘makna-makna’ dan symbol-simbol yang dibuat manusia. slaah salah satunya adalah pendidikan sebagai symbol kesadaran manusia akan hal “berpikir”. Manusia ingin membuat diri bermakna dan bermartabat di antara “sesamanya”. Kata Latin Ducare (kata yang memiliki asal yang sama ducere) berarti "menuntun, mengarahkan, atau memimpin" dan awalan e, berarti "ke luar". Maka, berdasarkan asal kata, pendidikan berarti kegiatan "menun­tun ke luar" menunjuk pada hal kebermaknaan dalam kebermartabatan.
            Oleh karena itu, pendidikan dalam waktu, manusia berada di dalamnya sebagai proses yang eksistensial dan proses yang merealisasikan  hal penuntunan atau pengarahan sehingga terentaskan dari “ketidaktahuan” dan “goa ala Plato”.
Dalam proses tersebut, naradidik akan memulainya dalam waktu dari titik ketakberpengetahuan tentang “yang tidak diketahui (sebab yang sekolah bukan berarti tidak tahu. Ia sekolah untuk mengetahui yang tidak diketahui); masuk dalam proses pendidikan (horizon waktu) sehingga nanti di titik waktu lain sesuai waktu yang ditentukan ia keluar, seperti “batu marmer di tangan pemahat”. Ada titik waktu mulai sebagai batu marmer, proses pemahamatan (horizon waktu) sehingga tiba waktunya, maka permukaan marmer yang tak berbentuk (segi seni) akan terlihat bentuknya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku Edward Sallis: Total Quality Management

Sosiologi Pendidikan (Ringkasan dari buku Prof. Dr. H. Mahmud, M.Si)

Psikologi Pendidikan Kristen (Sentot Sadono)