PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN PERSOALAN MORALITAS
MENENGOK MISI PENDIDIKAN YAHUDI MELALUI SHEMA.
Bangsa yang penuh misteri, kecil tetapi kuat, sedikit tetapi menyebar ke seluruh dunia, menyebar tetapi kemurniannya terjaga, kadang tidak bertanah air dan tak punya raja, tetapi selalu menonjol dan memberi pengaruh kuat kepada dunia. Dianiaya, tetapi bertahan bahkan berkelimpahan. Bangsa yang memiliki identitas yang kuat.
Penganut agama Yudaisme[1] yang mementingkan ketaatan kepada hukum agama agar dijalankan dengan penuh ketekunan. Kemurnian pengajarannya dijaga dari generasi ke generasi berikutnya untuk memberi dasar yang teguh bagi setiap tingkah laku dan tindakan. Hukum agama sering diaplikasikan secara harafiah.
Yang paling mengesankan dalam budaya Yahudi adalah perhatiannya pada pendidikan. Pendidikan menjadi bagian yang paling utama dan terpenting dalam budaya Yahudi. Semua bidang budaya diarahkan untuk menjadi tempat dimana mereka mendidik generasi muda, yang kelak akan memberi pengaruh yang besar. Obyek utama dalam pendidikan mereka adalah mempelajari Hukum Taurat.
Menurut konsep Yahudi tidak ada perbedaan nilai antara duniawi dan rohani, semuanya ada dalam wilayah Tuhan. Itu sebabnya orang Yahudi percaya bahwa “seluruh hidup adalah suci”. Pendidikan berpusatkan pada Allah. Fokus utama dalam pendidikan Yahudi adalah: YHWH (Habakuk 2:10 — kegagalan campur tangan Allah adalah kegagalan bangsa.) Bagi anak Yahudi tidak ada buku lain yang memiliki keharusan untuk dipelajari selain Alkitab (Taurat) untuk menjadi pegangan dan pelajaran tentang Allah dan karya-Nya .
Pendidikan adalah kegiatan utama dan diintegrasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam Kitab Talmud[2] dikatakan kalau ingin menghancurkan bangsa Yahudi, harus membinasakan guru-gurunya. Bangsa Yahudi adalah bangsa pertama yang memiliki sistem pendidikan Nasional (Ulangan. 6:4-9).[3]Pendidikan mereka tidak hanya secara teori, tetapi menjadi kegiatan sehari-hari dalam cara hidup dan keagamaannya. Contoh: Kitab Imamat yang mengajarkan semua tata cara hidup dan beragama.
Pendidikan anak Yahudi bermula di rumah. Berpangkal dari peranan seorang ibu Yahudi. Tugas kewajiban ibu adalah untuk menjaga kelangsungan hidup rumah tangga yang juga terkait erat dengan tugas rohani mendidik anak-anaknya, khususnya ketika masih balita. Jauh- jauh hari sebelum anak berhubungan dengan dunia luar, anak terlebih dahulu mendapat pendidikan dari ibunya sehingga sesudah menginjak usia remaja-pemuda ia sudah mempunyai dasar yang benar. Contoh: Melalui cerita-cerita sejarah bangsa dan hari-hari peringatan besar.
Bagi orang Israel, pendidikan, khususnya pendidikan rohani merupakan bagian integral dari perjanjian antara Allah dengan umat-Nya. Ulangan 6:4 memuat “Shema“, yaitu doa yang diucapkan dua kali sehari, setiap pagi dan petang dalam ibadah di sinagoge. Ayat ini amat penting karena merupakan pengakuan iman yang sangat tegas akan Tuhan (Yahweh) sebagaisatu-satunya Allah yang layak disembah:”Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!” (Ulangan 6:4).
Pernyataan ini kemudian langsung dilanjutkan dengan perintah rangkap untuk mengasihiTuhan dengan segenap hati, jiwa, dan kekuatan mereka (ayat 5), menaruh perintah itu dalam hati (ayat 6), mengajarkannya kepada anak-anak mereka secara berulang-ulang (ayat 7), mengikatkannya sebagai tanda pada tangan dan dahi (ayat 8), dan menuliskannya di pintu rumah dan gerbang (ayat 9). Orang Israel menafsirkan perintah-perintah tersebut secara harafiah dengan membuat “tali sembahyang” yang diikatkan di dahi atau lengan dan berisi empat naskah, salah satunya adalah Ulangan 6:4-9 di atas.
Ketiga naskah lainnya diambil dari Keluaran 13:1-10, Keluaran13:11-16, dan Ulangan 11:18-21. Di dalam keempat naskah tersebut, kewajiban untuk mengajarkan hukum dan pengetahuan tentang Allah kepada anak-anak mendapat penekananyang besar. Hal ini menunjukkan besarnya hubungan antara pendidikan rohani dalam rumahtangga dengan ketaatan kepada Allah.
Baik Yudaisme dan Kekristenan berbagi kitab suci dan keyakinan yang sama terkait mengenai konsep Ketuhanan dan Kitab Suci sebagaimana dikatakan oleh Hans Ucko sbb: “Gereja Kristen, teologi Kristen dan kekristenan secara keseluruhan, tidak terpisahkan dengan umat Yahudi atau Yudaisme (agama Yahudi). Orang Yahudi dan Kristen memiliki Kitab Suci yang sama. Iman Kristen lahir dari dalam lingkungan Yahudi”.[4]Ulangan 6:4-5 dalam pemikiran Yudaisme disebut dengan “Shema”, sebuah kredo atau pengakuan iman. Kredo ini berbunyi: “Shema Yisrael, YHWH Eloheinu, YHWH Ekhad. We ahavta et YHWH Eloheika bekol levaveka uvkol nafsheka uvkol meodeka” (Dengarlah, hai orang Israel: YHWH itu Tuhan kita, YHWH itu esa! Kasihilah YHWH, Tuhanmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu).
Memahami Kembali Shema dalam Konteks Misi PendidikanKristen
Jika kita mengamati teks Ulangan 6:4 berkaitan dengan shema dalam bingkai pendidikan maka kita menemukan di sana bahwa misi utama pendidikan Yahudi adalah bagaimana membuat Yahwe tetap hidup dalam ingatan dan tindakan. Hal ini menyeruak dalam sebuah kredo atau pengakuan iman yang disebut shema. Sebuah sapaan dan panggilan untuk memandang dan mengikatkan diri pada YHWH. Maka kita bisa mengerti bahwa tujuan utama pendidikan Yahudi adalah bersatunya (manunggaling) manusia dengan YHWH.
————–
Draft untuk jurnal te deum
[1] E.G. Homgridhausen dan I.H. Enklar, Pendidikan Agama Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012, hlm. 1-3
[2] Merupakan
[3] Louis Berkhof dan Cornelius van Til, Dasar Pendidikan Kristen, Surabaya: Momementum, 2012. Kedua penulis ini memberikan pemaparan yang senada dengan Homrighausen dan Enklar tentang pendidikan agama. Berkhof dan van Til memandang bahwa kitab Ulangan merupakan salah satu contoh kitab yang mencatat tentang pentingnya pengajaran agama dalam tradisi Yahudi.
[4] Akar Bersama: Belajar Tentang Iman Kristen Dari Dialog Kristen-Yahudi: Jakarta: BPK 1999 hal 5
Bangsa yang penuh misteri, kecil tetapi kuat, sedikit tetapi menyebar ke seluruh dunia, menyebar tetapi kemurniannya terjaga, kadang tidak bertanah air dan tak punya raja, tetapi selalu menonjol dan memberi pengaruh kuat kepada dunia. Dianiaya, tetapi bertahan bahkan berkelimpahan. Bangsa yang memiliki identitas yang kuat.
Penganut agama Yudaisme[1] yang mementingkan ketaatan kepada hukum agama agar dijalankan dengan penuh ketekunan. Kemurnian pengajarannya dijaga dari generasi ke generasi berikutnya untuk memberi dasar yang teguh bagi setiap tingkah laku dan tindakan. Hukum agama sering diaplikasikan secara harafiah.
Yang paling mengesankan dalam budaya Yahudi adalah perhatiannya pada pendidikan. Pendidikan menjadi bagian yang paling utama dan terpenting dalam budaya Yahudi. Semua bidang budaya diarahkan untuk menjadi tempat dimana mereka mendidik generasi muda, yang kelak akan memberi pengaruh yang besar. Obyek utama dalam pendidikan mereka adalah mempelajari Hukum Taurat.
Menurut konsep Yahudi tidak ada perbedaan nilai antara duniawi dan rohani, semuanya ada dalam wilayah Tuhan. Itu sebabnya orang Yahudi percaya bahwa “seluruh hidup adalah suci”. Pendidikan berpusatkan pada Allah. Fokus utama dalam pendidikan Yahudi adalah: YHWH (Habakuk 2:10 — kegagalan campur tangan Allah adalah kegagalan bangsa.) Bagi anak Yahudi tidak ada buku lain yang memiliki keharusan untuk dipelajari selain Alkitab (Taurat) untuk menjadi pegangan dan pelajaran tentang Allah dan karya-Nya .
Pendidikan adalah kegiatan utama dan diintegrasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam Kitab Talmud[2] dikatakan kalau ingin menghancurkan bangsa Yahudi, harus membinasakan guru-gurunya. Bangsa Yahudi adalah bangsa pertama yang memiliki sistem pendidikan Nasional (Ulangan. 6:4-9).[3]Pendidikan mereka tidak hanya secara teori, tetapi menjadi kegiatan sehari-hari dalam cara hidup dan keagamaannya. Contoh: Kitab Imamat yang mengajarkan semua tata cara hidup dan beragama.
Pendidikan anak Yahudi bermula di rumah. Berpangkal dari peranan seorang ibu Yahudi. Tugas kewajiban ibu adalah untuk menjaga kelangsungan hidup rumah tangga yang juga terkait erat dengan tugas rohani mendidik anak-anaknya, khususnya ketika masih balita. Jauh- jauh hari sebelum anak berhubungan dengan dunia luar, anak terlebih dahulu mendapat pendidikan dari ibunya sehingga sesudah menginjak usia remaja-pemuda ia sudah mempunyai dasar yang benar. Contoh: Melalui cerita-cerita sejarah bangsa dan hari-hari peringatan besar.
Bagi orang Israel, pendidikan, khususnya pendidikan rohani merupakan bagian integral dari perjanjian antara Allah dengan umat-Nya. Ulangan 6:4 memuat “Shema“, yaitu doa yang diucapkan dua kali sehari, setiap pagi dan petang dalam ibadah di sinagoge. Ayat ini amat penting karena merupakan pengakuan iman yang sangat tegas akan Tuhan (Yahweh) sebagaisatu-satunya Allah yang layak disembah:”Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!” (Ulangan 6:4).
Pernyataan ini kemudian langsung dilanjutkan dengan perintah rangkap untuk mengasihiTuhan dengan segenap hati, jiwa, dan kekuatan mereka (ayat 5), menaruh perintah itu dalam hati (ayat 6), mengajarkannya kepada anak-anak mereka secara berulang-ulang (ayat 7), mengikatkannya sebagai tanda pada tangan dan dahi (ayat 8), dan menuliskannya di pintu rumah dan gerbang (ayat 9). Orang Israel menafsirkan perintah-perintah tersebut secara harafiah dengan membuat “tali sembahyang” yang diikatkan di dahi atau lengan dan berisi empat naskah, salah satunya adalah Ulangan 6:4-9 di atas.
Ketiga naskah lainnya diambil dari Keluaran 13:1-10, Keluaran13:11-16, dan Ulangan 11:18-21. Di dalam keempat naskah tersebut, kewajiban untuk mengajarkan hukum dan pengetahuan tentang Allah kepada anak-anak mendapat penekananyang besar. Hal ini menunjukkan besarnya hubungan antara pendidikan rohani dalam rumahtangga dengan ketaatan kepada Allah.
Baik Yudaisme dan Kekristenan berbagi kitab suci dan keyakinan yang sama terkait mengenai konsep Ketuhanan dan Kitab Suci sebagaimana dikatakan oleh Hans Ucko sbb: “Gereja Kristen, teologi Kristen dan kekristenan secara keseluruhan, tidak terpisahkan dengan umat Yahudi atau Yudaisme (agama Yahudi). Orang Yahudi dan Kristen memiliki Kitab Suci yang sama. Iman Kristen lahir dari dalam lingkungan Yahudi”.[4]Ulangan 6:4-5 dalam pemikiran Yudaisme disebut dengan “Shema”, sebuah kredo atau pengakuan iman. Kredo ini berbunyi: “Shema Yisrael, YHWH Eloheinu, YHWH Ekhad. We ahavta et YHWH Eloheika bekol levaveka uvkol nafsheka uvkol meodeka” (Dengarlah, hai orang Israel: YHWH itu Tuhan kita, YHWH itu esa! Kasihilah YHWH, Tuhanmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu).
Memahami Kembali Shema dalam Konteks Misi PendidikanKristen
Jika kita mengamati teks Ulangan 6:4 berkaitan dengan shema dalam bingkai pendidikan maka kita menemukan di sana bahwa misi utama pendidikan Yahudi adalah bagaimana membuat Yahwe tetap hidup dalam ingatan dan tindakan. Hal ini menyeruak dalam sebuah kredo atau pengakuan iman yang disebut shema. Sebuah sapaan dan panggilan untuk memandang dan mengikatkan diri pada YHWH. Maka kita bisa mengerti bahwa tujuan utama pendidikan Yahudi adalah bersatunya (manunggaling) manusia dengan YHWH.
————–
Draft untuk jurnal te deum
[1] E.G. Homgridhausen dan I.H. Enklar, Pendidikan Agama Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012, hlm. 1-3
[2] Merupakan
[3] Louis Berkhof dan Cornelius van Til, Dasar Pendidikan Kristen, Surabaya: Momementum, 2012. Kedua penulis ini memberikan pemaparan yang senada dengan Homrighausen dan Enklar tentang pendidikan agama. Berkhof dan van Til memandang bahwa kitab Ulangan merupakan salah satu contoh kitab yang mencatat tentang pentingnya pengajaran agama dalam tradisi Yahudi.
[4] Akar Bersama: Belajar Tentang Iman Kristen Dari Dialog Kristen-Yahudi: Jakarta: BPK 1999 hal 5
Komentar
Posting Komentar